Thursday, July 30, 2015

Sudah Bayar Rp 2 Miliar, Nama Kader PDIP Ini Tak Masuk dalam Pencalonan

BANJARMASIN - Gagal dicalonkan sebagai Bakal Calon Wali Kota Banjarmasin, kader PDI Perjuangan Kalimantan Selatan, H Abdullah mengamuk. Pekerja advokat di Kalsel tersebut melakukan gugatan terhadap partai berlambang Banteng Bermulut Putih tersebut ke Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Orang-orang yang tergugat dalam gugatan H Abdullah tersebut yaitu H Supianasyah Sekretaris PDI Perjuangan, Mardani H Maming Ketua DPD PDI Perjuangan, Ketua dan Sekretaris Pimpinan Cabang PDI Perjuangan.
Selain itu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Hasto Kristiyanto Sekretaris PDI Perjuangan Hermansyah Kader yang diberikan persetujuan bakal calon Wakil Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina dan calon Wali Kota Banjarmasin yang mendapat persetujuan PDI Perjuangan dan Ketua KPU Banjarmasin selaku penyelanggara Pemilihan Kepala Daerah.
"Saya merasa dirugikan karena tidak diikutsertakan dalam pencalonan wali kota dan wakil wali Kota Banjarmasin. Hal tersebut juga terkait mahar sebesar Rp 2 miliar yang diminta PDI Perjuangan kepada saya," kata H Abdullah seraya memperlihatkan gugatanya yang di terima PN Banjarmasin dengan nomor perkara No 75/Pdt 6/2015/PN Bjm.
Panitera Muda Perdata PN Banjarmasin Zuraidah yang ditemui membenarkan membenarkan pihaknya telah menerima dan sekarang telah didaftarkan kasus gugatan perdata nomor No 75/Pdt G/2015/PN Bjm tersebut.
"Sekarang tinggal menunggu proses penunjukan majelis hakim dan panitera penamping. Untuk kapan disidangkan belum bisa dipastikan," kata Zuraidah. -(tribunnews/3007/15) - .

Mantan Kiper Timnas Bertahan Hidup Jadi Masinis Kereta Mainan


Jakarta - Pemuda berpostur tinggi tegap itu dengan sabar meladeni anak-anak kecil yang berniat naik kereta mini yang dia operasikan. Tiga bulan lalu dia adalah kiper Pusamania Borneo FC dan mantan anggota timnas U-23, tapi roda nasib bergerak cepat membawanya ke bazar-bazar kecil.

Galih Sudaryono tetap terlihat rapi saat ditemui detikcom tengah menjaga wahana permainan anak-anak. Penampilannya masih bergaya, dengan rambut dicat merah, t-shirt hitam dan celana jeans yang berpadu dengan sandal.

Sejak beberapa waktu terakhir Galih tidak lagi wara-wiri di lapangan, menjalani pertandingan dari satu stadion ke stadion lain. Karena roda kompetisi berhenti dia kini banting setir sebagai operator mainan anak-anak. Jadilah Galih beredar dari satu bazar ke bazar lain di sekitar rumahnya demi menjajakan jasa tersebut.


Galih yang sempat memperkuat Timnas U-19 dan Timnas U-23 kini harus bersaing dengan penjaja jasa mainan lain untuk merebut hati anak-anak kecil sehingga mau mampir ke wahananya.

"Penghasilannya ya tidak sebesar gaji pemain bola. Apalagi ini kan harus membayar setoran ke pemilik mainan. Kawan saya yang memiliki wahana ini tidak mematok harga setoran, karena dia tahu saya hanya punya pemasukan sebagai operator ini. Pertolongan kawan baik itu bisa membuat dapur rumah kembali ngebul. Saya tidak malu menjalani ini semua," ujarnya saat ditemui Senin, (27/7/2015) malam.

Galih adalah korban langsung berhentinya kompetisi bola di tanah air, setelah dibekukannya PSSI oleh Menpora dan berlanjut dengan penolakan operator liga melanjutkan menggelar kompetisi. Sebelum bergabung di Pusamania, Galih pernah juga memperkuat Persija Jakarta.

Dengan pekerjaannya kini Galih terus berpindah dari satu kampung ke kampung lain. Karena rata-rata sebuah bazar hanya berlangsung satu hingga dua pekan, dia harus mencari informasi mengenai desa lain yang menggelar bazar sehingga uang bisa dikumpulkan.

Namun demikian, Galih tidak berhenti berharap untuk menjadi pesepakbola handal. Dia masih terus berlatih agar kemampuannya sebagai penjaga gawang sepakbola profesional tetap terjaga dengan baik. Setiap pagi dia berlatih lari dan sesekali menyempatkan diri bermain bola bersama sebuah klub kampus tak jauh dari rumahnya. 

"Semoga kompetisi segera berjalan lagi," harapnya.- (detik) - .

Tuesday, July 28, 2015

Gubernur Sumut dan Istri Muda Ditetapkan KPK sebagai Tersangka

JAKARTA,- Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Gatot Pujo Nugroho dan istri keduanya, Evi Susanti, resmi ditetapkan sebagai tersangka suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya, resmi menyandang status tersangka usai pimpinan lembaga antirasuah melakukan ekspose kasus tersebut.

"Hasil ekspose (pada rapat pimpinan dan tim lengkap) progres kasus OTT Hakim PTUN maka KPK per hari ini akan menerbitkan sprindik dengan menetapkan Gubernur Sumut, GPN dan ES sebagai tersangka," kata Plt Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (28/7).

Indriyanto menjelaskan penetapan status tersangka terhadap Gatot dan Evi berdasarkan hasil pengembangan kasus serta keterangan dari para saksi. Dengan sejumlah alat bukti yang cukup, lanjut dia, keduanya resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap PTUN Medan.

"Semua ini berdasarkan pengembangan dan pendalaman dari pemeriksaan saksi-saksi yang ada juga perolehan alat bukti lainnya," pungkas Indriyanto.

Dari informasi yang dihimpun, gugatan Pemprov Sumut ke PTUN Medan dibuat atas nama Kepala Biro Kuangan Ahmad Fuad Lubis atas perintah Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Disinyalir gugatan itu untuk menyelamatkan nasib Gatot yang diduga tersangkut kasus dugaan korupsi APBD Sumut, tahun 2011, 2012, dan 2013. Sejumlah pejabat Pemprov Sumut pun disebut-sebut ikut terlibat dalam dugaan korupsi tersebut.

Sehingga, Gatot dan koleganya menyewa jasa Otto Cornelis Kaligis sebagai pengacara untuk menangani perkara tersebut. Dalam proses gugatan itu, Pemprov Sumut kabarnya membutuhkan dana yang cukup banyak. Termasuk dana yang dimaksudkan untuk mengkondisikan Hakim PTUN agar mengabulkan gugatan Pemprov Sumut.

Untuk memenuhi kebutuhan itu, dana dikumpulkan dari sejumlah Kepala SKPD yang dikoordinir oleh Tim TAPD Pemprov Sumut. Sampai akhirnya gugatan Pemprov Sumut dikabulkan Hakim PTUN Medan dengan Nomor: 25/G/2015/PTUN-Medan, yang diberikan kepada Kuasa Penggugat (Pemprov Sumut) OC Kaligis, Rico Pandeirot, Julius Irwansyah, Yagari Bhastara, Guntur, Anis Rifal, dan R. Andika.

Keterlibatan Gatot dan istrinya pun sudah diendus KPK usai menangkap tangan tiga hakim PTUN Medan, satu panitera dan seorang anak buah OC Kaligis. Tak sampai disitu, informasi pun mencuat kalau inisiator penyuapan kepada hakim PTUN itu adalah Gatot.

Menyusul penyidik KPK langsung melakukan penggeledahan di kantor Gatot usai menangkap tangan para tersangka. Usai menggeledah, KPK juga melayangkan surat pencegahan ke luar negeri kepada Gatot.

Bahkan, Gatot dan istrinya sudah menjalani pemeriksaan intensif di KPK. Tepatnya, Selasa (27/7) kemarin, keduanya diperiksa kurang lebih 12 jam oleh penyidik KPK. Kuat dugaan pemeriksaan itu untuk menentukan keterlibatan sekaligus peran Gatot dalam kasus tersebut.

Seperti diketahui, KPK menciduk lima orang dalam operasi tangkap tangan di Medan, Sumatera Utara. Kelima orang itu antara lain, Ketua PTUN Medan, Tripeni Irianto Putro (TIP) serta dua hakim lain yaitu, hakim Amir Fauzi (AF) dan hakim Dermawan Ginting (DG)

Selain ketiga hakim, KPK juga turut menciduk satu panitera Syamsir Yusfan (SY) serta seorang pengacara M. Yagari Bhastara (MYB) alias Geri yang merupakan anak buah OC Kaligis.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa penyidik KPK. Selain kelima orang itu, tim satgas KPK juga berhasil mengamankan uang USD 15 ribu dan 5.000 dollar Singapura.

Geri sendiri disangkakan telah melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau pasal 13 undang-undang 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian, Untuk TIP, AF, DG, disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 5 atau pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Sedangkan SY disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 uu nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Setelah melakukan pengembangan kasus tersebut lembaga antirasuah pun kembali menetapkan tersangka baru yakni, OC Kaligis. Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah dijemput paksa di hotel Borobudur di kawasan Lapang Banteng pada Selasa (14/7). Bahkan, KPK langsung menjebloskan OC Kaligis ke jeruji besi di lapas Guntur.

Atas perbuatannya, OC Kaligis disangkakan dengan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, pasal 13 UU 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 juncto pasal 55 ayat 1 KUHPidana. -(merdeka.com/2807/15)- .

Anggota DPRD Kabupaten Bekasi diGerebek Warga diRumah Istri Siri

BABELAN – Anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang digerebek oleh warga saat berada di rumah seorang janda beranak dua di RT20/12, Kampung Wates, Desa Kedungjaya, Babelan menyebut terjadi kesalah pahaman. Anggota dewan yang diketahui bernama Saepulloh itu mengakui tidak ada koordinasi terlebih dulu dengan pihak RT setempat.
Melalui telepon selulernya, Saefulloh mengakui jika ia dan  janda dua anak tersebut sudah melangsungkan pernikahan secara siri. Namun ia beralasan belum melaporkan hal itu kepada RT setempat.
“Itu miss komunikasi saja dengan pihak RT, dan saya sendiri memang mengakui belum membuat laporan yang bahwasannya saya sudah menikah dengan salah satu warganya, dikarenakan memang beberapa kali saya ingin laporan, yang bersangkutan gak ada di tempat,” katanya.
Saat terjadi penggerebekan oleh warga, Saepulloh menganggap sebagai kesempatan untuk memperkenalkan diri sekaligus memberitahukan hubungannya dengan seorang janda tersebut. Ia menyebut pernikahan yang dilakukan secara siri itu sudah diketahui oleh keluarga lainnya.
“Iya, di situ saya langsung menjelaskan bahwasannya saya dengan warga tersebut sudah menikah, namun tidak secara negara, melainkan sah secara agama saja dan saya sendiri pun mempersilakan untuk mempertanyakan hal tersebut ke keluarga istri saya,” ungkapnya.
Menurut anggota dewan dari Partai Hanura ini, saat melangsungkan pernikahan secara siri, ia sudah memberitahukannya ke pihak partai dan istri pertamanya. Hal itu pun kata dia, tidak menjadi suatu persoalan di internal keluarga dan partainya.
“Pernikahan saya sendiri juga sudah diketahui dan izin oleh ketua DPC partai, ketua komisi, dan juga istri pertama, jadinya ya saya pikir sudah tidak ada masalah,” terangnya.
Ketua RT20/12, Kampung Wates, Desa Kedungjaya, Imanudin mengaku sudah mengkonfirmasi terkait nikah siri seperti yang disebutkan Saepulloh.
“Jadi kemarin itu kita langsung tanyakan ke mantan suaminya dan memang membenarkan kalau mantan istrinya tersebut memang sudah menikah dengan si anggota dewan itu, kemudian dari pihak dewan juga beberapa waktu lalu datang untuk meminta maaf karena belum memperkenalkan diri, jadi bisa dibilang sudah beres juga, hanya salah paham,” tuturnya. -(pojoksatu/2807/15)- .

Kejaksaan Agung Tahan Tersangka Pengadaan Mobil Listrik

Dasep Ahmadi
JAKARTA – Setelah sempat mangkir dari panggilan, akhirnya Kejaksaan Agung menahan Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama Dasep Ahmadi, tersangka kasus penggadaan 16 mobil listrik untuk penyelenggaraan forum kerjasama ekonomi Asia-Pasific APEC, di Nusa Dua, Bali, 2013.

Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Sarjono Turin menyatakan penahanan tersangka, guna memudahkan pemberkasan agar segera dituntaskan dan secepatnya diajukan ke pengadilan.

“Dia ditahan selama 20 hari, sejak hari ini, Selasa (28/7) di Rutan Salemba cabang Rutan Kejagung dan dapat dapat diperpanjang sesuai kepentingan penyidikan,” ujar Turin, di Gedung Bundar, Kejagung, Selasa (28/7) sore.

Turin juga menyampaikan penetapan Dasep tersangka, karena janjinya untuk menyelesaikan pembuatan mobil listrik, sebelum penyelenggaraan APEC tidak terlaksana. Padahal, Dasep sudah menerima pembayaran sebesar 90 persen lebih dari anggaran penggadaan 16 mobil listrik sebesar Rp32 miliar.

“Disamping itu, biaya pembuatan mobil listrik merek Ahmadi sangat besar Rp2,4 miliar. Sedangkan biaya perombakan mobil dari Alphard, 2005 dan mesinnya diganti mesin listrik hanya Rp300 juta.

BERKILAH
Dasep Ahmadi yang ditemui usai diperiksa delapan jam, pukul 17.00 WIB sempat keberatan dengan penahanan, namun dirinya menyadari bahwa penahanan adalah kewenangan tim penyidik.

Namun, dia sempat keberatan dengan anggapan mobil yang diproduksinya di bengkel miliknyan di Depok, Jabar dengan anggaran Rp2,4 miliar per-mobil terlalu mahan. Dasep berkilah, mobil listrik itu mobil prototype, sehingga membutuhkan biaya besar.

Tetapi saat ditanya tentang komponen-komponen yang membuat pembuatan mobil listrik, Dasep justru tidak dapat menjelaskan dan memilih kabur menuju ke kendsaraan tahanan di pintu masuk Gedung Jampidsus.

TERSANGKA
Sementara itu tentang nasib mantan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Dahlan Iskan, Sarjono Turin belum dapat memastikan soal perubahan statsusnya dari saksi menjadi tersdangka.

“Kita masih terus mengumpulkan bahan keterangan. Itu pun dilanjutukan dengan ekspose (gelar perkara). Prinsipnya, siapa saja yang cukup bukti, pasti dijadikan tersangka,” tegasnya.

Dalam kasus penggadaan 16 mobil listrik ini, telah ditetapkan pula tersangka lain, yakni mantan Petinggi Kementerian BUMN Agus Suherman, yang kini Dirut Perum Perikanan. Namun sampai kini, belum ditahan. (poskota/2807-15) .

Dua PNS Kota Bogor, Calo Izin Hotel Dipecat

BOGOR - Dua pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota Bogor dipastikan dikenai sanksi pemecetan. Ini setelah Setiyoso Subarkah dan Toto Supriadi divonis bersalah atas kasus dugaan suap dalam perizinan hotel di kawasan Jl. Ahmad Yani oleh Pengadilan Tipikor Jawa Barat.

Selain dipecat, mantan Kasubid Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan di Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan mantan staf Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) itu juga tidak akan mendapatkan dana pensiun.  

“Kita masih menunggu, informasinya sudah pasti, hasil sidang Tipikor juga ada beberapa orang yang mendampingi dari bagian hukum tetapi kita belum menerima suratnya,” ujar Sekretaris Daerah Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat kemarin.

Ade menegaskan, kedua terdakwa tak akan mendapatkan jatah pensiun, lantaran  belum memenuhi persyaratan dimana masa kerja belum mencapai 20 tahun dan usia mencapai 50 tahun.  Sedangkan untuk Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kota Bogor Harry Sutjahjo masih berkesempatan mendapatkan pensiun di akhir masa jabatannya.

“Masih dimungkinkan diberhentikan dengan hormat, kesempatan pensiun pun juga masih besar karena memenuhi persyaratan,” ungkapnya.    

Dengan jabatan eselon IV B, Harry masih mendapatkan gaji dan tunjangan hingga saat ini, jumlah perbulan diperkirakan masih mencapai Rp6 juta lebih. Sedangkan, jika status pensiun tersebut sudah diberlakukan maka tunjangan pensiun yang akan diterima hanya Rp 2,5 juta.

Sebelumnya, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kota Bogor Harry Sutjahjo harus menjalani masa pengsiunnya sebagai PNS di bui.

Pengadilan Negeri Tipikor Jawa Barat menyatakan Harry bersalah dalam kasus percaloan perizinan hotel di Kawasan Jalan Ahmad Yani dan harus menjalani hukuman penjara. - (jpnn-2707/15) - .

Kapolres Tolikara: "Saya Disuruh Lepas Songkok dan Juga Dipukul"

Tolikara — Kapolres Tolkara, AKBP Suroso, SH mengungkapkan saat negoisasi dengan massa pemuda dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI)—yang merupakan para peserta Seminar Internasional (KKR) —pada Jum’at (17/7/2015) dirinya disuruh melepaskan songkok yang dipakainya. 




Saya disuruh untuk melepas songkok. Dan saya juga dipukul sekali di dada,” kata AKBP Suroso, SH kepada wartawan di Kantor Polres Tolikara, Sabtu (25/07/2015).

Bahkan AKBP Suroso, SH menuturkan, jika dalam negosiasi itu, Bupati Tolikara Usman Winambo juga didorong-dorong dan ditunjuk-tunjuk oleh massa GIDI. Namun usai kejadian pendorongan itu, Usman Winambo menghilang entah kemana.

“Pak Bupati ke mana saya tidak tahu. Kabarnya Pak Bupati itu pulang ke rumah setelah didorong-dorong,” imbuh AKBP Suroso yang ada saat tragedi berlangsung.

AKBP Suroso mengatakan, Bupati Usman memang ikut membantu untuk melakukan negoisasi dan menghalau, tetapi ia sudah tidak dianggap lagi oleh massa GIDI yang merupakan peserta Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Seminar Internasional itu.

“Bisa jadi massa yang melakukan aksi itu bukan dari pemuda gereja GIDI Tolikara tetapi dari wilayah luar Tolikara. Sebab kalau orang sekitar Tolikara itu mereka pasti tahu dan kenal saya. Meskipun saya pakai kaos, atau tidak pakai baju dinas,” papar AKBP Suroso.

“Tetapi yang jelas itu kan massa dari gabungan dari gereja-gereja GIDI di seluruh Indonesia,” tegas AKBP Suroso.

Untuk itu, dalam kesimpulan sementaranya, AKBP Suroso menegaskan bisa jadi aksi anarkis massa dari pemuda gereja GIDI itu juga akibat provokasi dari pihak di luar gereja GIDI Karubaga, Tolikara.

Seperti diketahui, pada Jum’at (17/7/2015) sekelompok massa melempari batu kaum muslimin yang tengah shalat Idul Fitri  dan membakar kios-kios milik umat muslim. Dalam aksi penyerangan itu, Masjid Baitul Mutaqqin terbakar hingga jamaah shalat berhamburan keluar. -(kiblatnet-2607/15)- .

Korupsi Honor Pegawai, Gubernur Bengkulu Diperiksa Bareskrim

JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim memeriksa Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, Senin (27/7/2015), dalam dugaan korupsi  pembayaran honor Tim Pembina Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus, Bengkulu 2011.

"Pemeriksaan hari ini sebagai tersangka, saudara JH diperiksa terkait penyalahgunaan wewenang," kata Juru Bicara Direktorat Tipidkor Bareskrim Komisaris Besar Pol. Adi Deriyan Jayamarta, di Bareskrim, Jakarta, Senin (27/7/2015).

Adi mengatakan, penyidik menjadwalkan pemeriksaan yang bersangkutan pada pukul 09.00 WIB. Dia berhar ap, Gubernur Bengkulu Junaidi dapat memenuhi undangan penyidik tersebut. 

Junaidi ditetapkan tersangka karena penerbitan SK Gubernur Bengkulu No.Z.17.XXXVII tahun 2011, tentang Tim Pembina Manejemen RSU M. Yunus tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan Peraturan Mendagri tentang pengelolaan Badan Layanan Umum. 

Soal kerugian negara dalam perkara ini masih dalam hitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sementara untuk estimasi kerugian negara mencapai Rp359 juta. 

Penyidik menjerat tersangka Gubernur Bengkulu dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. - (bisnis.com) - .

Tunjangan Guru Honorer Madrasyah Ibtidaiyah Kab.Barito Kuala Belum Cair 6 Bulan

BATOLA – Nasib guru honorer Madrasyah Ibtidaiyah di Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Barito Kuala (Batola) memprihatinkan. Hingga kemarin, dana tunjangan profesi non PNS tak kunjung cair.
Bahkan dari informasi yang dihimpun, dana tunjangan yang belum dicairkan sudah mencapai enam bulan terakhir. Mulai dari awal tahun ini sampai Juni.

Salah satu guru honorer Madrasyah di Batola yang tak mau disebutkan namanya mengaku  tidak mengetahui secara pasti kenapa dana yang seharusnya didapatkan setiap guru honorer tidak kunjung dicairkan.

“Padahal di daerah lain seperti di Amuntai, informasinya sudah cair. Bahkan, sekarang sudah memproses  pencairan triwulan kedua," katanya kepada wartawan kemarin.

Diungkapkannya, dirinya juga sudah pernah beberapa kali mendatangi kantor Kemenag Batola untuk menanyakan kapan proses pencairan dapat dilakukan.

“Pihak Kemenag Batola menginformasikan segera dicairkan. Tapi kenyataanya belum juga cair. Padahal ini sudah memasuki tahun ajaran baru yang memerlukan banyak biaya untuk sekolah anak,” ceritanya.

Saat dikonfirmasi kepada Kasi Pendidikan Madrasyah Kemenag Batola, Arip Rosadi mengatakan, belum cairnya dana tunjangan profesi non PNS sampai sekarang, karena ada revisi mata anggaran dari kantor wilayah (Kemenag Kalsel), ke pusat. Sehingga seluruh daerah Kalsel, terkecuali Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, yang sudah dapat dicairkan.

“Tapi insyaallah, revisi dalam beberapa hari kedepan sudah selesai dan diperkirakan sekitar satu minggu kedepan dana sudah dapat dicairkan,” katanya.

Saat ditanya kenapa di Amuntai sudah dapat dicairkan, menurut Arip karena daerah tersebut revisi sudah selesai dilakukan. Sedangkan 12 kabupaten lainnya belum.

Ditambahkannya, pencairan dana tunjangan profesi non PNS sendiri dibayar per enam bulan sekali, bukan per tiga bulan sekali. Sedangkan jumlah penerima dana tunjangan profesi non PNS di Batola sendiri berjumlah 245 orang. - (jpnn-2807/15) - .

Langgar Kode Etik, 75 Hakim Dijatuhi Hukuman

KaBaWas MA - Sunarto
Jakarta - Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 75 hakim karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) selama periode Januari-Juni 2015.

Kepala Bawas MA Sunarto seperti yang dikutip dalam "website" MA di Jakarta, Minggu (26/7) menyebutkan, sebanyak delapan hakim mendapat hukuman berat, enam hakim dijatuhi sanksi sedang dan 61 hakim mendapat sanksi ringan.

Salah satu yang mendapat hukuman berat adalah hakim berinisial Drs H Mchr yang dicopot jabatan ketua Pengadilan Agama karena melanggar SKB Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial Pasal 6 ayat 2 huruf a dan Pasal 19 ayat 4 huruf a.

Bawas MA juga menjatuhkan sanksi terhadap tiga hakim Ad hoc, dimana satu hakim ad Hoc mendapat saksi berat dan dua diberi hukuman ringan.

Hakim Ad Hoc yang diberi sanksi berat adalah hakim berinisial K Ahd Jh yang diberhentikan tetap tidak hormat yang juga melanggar kode etik yang tertuang dalam SKB Ketua MA dan Ketua KY.

Selain memberikan hukuman terhadap hakim, Bawas MA juga memberikan hukuman kepada Panitera/sekretaris sebanyak 13 orang, wakil panitera delapan orang, wakil sekretaris lima orang, panitera muda sebanyak 10 orang.

Selanjutnya panitera pengganti sebanyak 18 orang dijatuhi hukuman, juru sita sebanyak lima orang disanksi, juru sita pengganti empat orang, pejabat struktural lima orang, staf sebanyak 20 orang dan calon hakim satu orang diberi peringatan. - (MA-2607/15) - .

Apabila Terbukti, Perda Larangan Pendirian Rumah Ibadah Harus Dibatalkan dan Elit Tolikara Diberi Sanksi

Tragedi yang terjadi di Tolikara Papua sepekan lalu nampaknya hingga hari ini masih menyisakan persoalan hukum yang belum terselesaikan. Bukan hanya terkait persoalan proses peradilan terhadap para pelaku penyerangan warga yang melaksanakan Sholat Idul Fitri, pembakaran masjid dan kios-kios milik warga, dan pemasangan bendera serta lambang negara Israel di rumah-rumah warga di Tolikara. Namun juga persoalan eksistensi Peraturan Daerah (Perda) Tolikara yang diduga memuat pelarangan pendirian rumah ibadah selain Gereja Injili Di Indonesia (GIDI).

Demikian dikatakan Seketaris Jenderal Solidarity Network for Human Rights (SNH) Advocacy Center, Harry Kurniawan dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Minggu (26/7).

Perda Tolikara itu menurutnya menjadi polemik di masyarakat sejak diakui kehadirannya oleh Bupati Tolikara, Usman G Wanimbo. Kehadiran Perda yang melarang pendirian rumah ini dinilai sebagai akar permasalahan yang terjadi di Tolikara. Bahkan kehadiran Perda tersebut telah menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan, tidak terkecuali DPR, Majelis Ulama Indonesia, dan pegiat hukum.

"Reaksi yang sebenarnya beralasan, karena secara hukum, Indonesia memang tidak mengizinkan Perda yang pembentukannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 250 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah tegas menyebutkan bahwa Perda dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan," ujar Harry Kurniawan yang juga pegiat hukum ini.

Menurut ketentuan Pasal 250 tersebut, lanjut Harry, Perda yang terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dapat dibatalkan. Pembatalan Perda Provinsi dilakukan oleh Mendagri, sedangkan Perda Kota/Kabupaten dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

"Apabila Gubernur tidak mau membatalkan, maka Mendagri yang akan mengambil alih kewenangan untuk membatalkan Perda dan Perkada Kota/Kabupaten tersebut," terangnya.

Harry menambahkan, bicara mengenai hukum adalah bicara tentang bukti. Untuk itu ia menyarankan agar Perda Tolikara tersebut dihadirkan wujud fisiknya terlebih dahulu dan kemudian dianalisis secara hukum baik dari aspek formil maupun materiilnya. Apabila benar terbukti apa yang disampaikan oleh Bupati Tolikara terkait keberlakuan Perda Pelarangan Rumah Ibadah, maka Perda tersebut tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, namun juga bertentangan dengan kepentingan umum.

Pasal 250 UU Pemerintahan Daerah telah melarang Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum, yaitu menyebabkan terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat, terganggunya akses terhadap pelayanan publik, terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum, terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau menyebabkan diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender. 

Untuk itu menurut Harry, Mendagri dengan kewenangan executive review yang dimilikinya dapat segera mengkaji Perda Tolikara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. Apabila terbukti, Perda tersebut harus dibatalkan. Sedangkan pemerintah daerahnya, baik Bupati maupun DPRD Tolikara yang memberlakukan Perda tersebut, diberikan sanksi administratif.

Harry sangat mendukung upaya Mendagri yang akan mengkaji dan menemukan Perda Tolikara yang ramai diperbincangkan di masyarakat tersebut. "Kami dukung upaya Pak Tjahjo Kumolo, kami pun akan melakukan upaya hukum judicial review ke Mahkamah Agung apabila benar ditemukan Perda pelarangan pendirian rumah rumah ibadah tersebut," tukasnya. - (rmol-2607-15) - .

Monday, July 27, 2015

Presiden Jokowi Dorong Kerja Sama BUMN RI-China

JAKARTA- Presiden Joko Widodo berharap kerja sama bisnis antara BUMN nasional dengan BUMN China dapat ditingkatkan guna menjadikan Indonesia sebagai basis produksi di wilayah Asia Tenggara.

"Dalam diskusinya, Presiden dan Ketua Parlemen RRT mengatakan upaya kedua negara dilakukan untuk meningkatkan kerjasama yang sifatnya BUMN ke BUMN," ujar Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi di Istana Merdeka, Senin (27/7/2015).

Hal tersebut disampaikan Retno seusai mendampingi Presiden Jokowi saat menerima kunjungan kehormatan Ketua Parlemen Republik Rakyat China Yu Zhengsheng di Istan Merdeka.

Dalam pertemuan yang dimulai pada pukul 14.00 WIB, delegasi National Committee of the Chinese People's Political Consultative Conference (CPPCC) diwakili oleh lima orang pimpinannya.

Hadir pula Duta Besar RRC untuk Indonesia Xie Feng, Wakil Menteri Luar Negeri RRC Liu Zhenmin, Deputi Dirjen Departemen Asia Kemenlu RRC Bai Tian, dan Deputi Dirjen Departemen Informasi Kemenlu RRC Hong Lei.

Retno mengungkapkan upaya Presiden Jokowi untuk mendorong kerjasama antarperusahaan plat merah dilakukan agar Indonesia dapat menjadi basis produksi perusahaan-perusahaan China guna memasok kebutuhan industri di Asia Tenggara.

"Indonesia mengharapkan kerjasama ekonomi yang akan dilakukan dengan China akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk wilayah Asia," kata Retno.

Berdasarkan data BKPM, China merupakan investor asing terbesar ke-8 di Indonesia dengan realisasi penanaman modal mencapai US$800 juta pada 2014 yang tersebar di 501 proyek.

Terkait kerjasama antarperusahaan plat merah, pada pertengahan Juni 2014, Menteri BUMN Rini Soemarno telah menandatangani kerjasama pendanaan senilai US$40 miliar untuk sejumlah BUMN di Tanah Air, antara lain Garuda Indonesia dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Tak hanya itu, pemerintah juga membuka peluang bagi BUMN Tiongkok China Railway untuk menggarap studi kelayakan (feasibility studies) proyek kereta api supercepat Jakarta-Bandung. Hasil FS konsorsium China Railway akan diadu dengan kajian serupa yang digarap oleh konsorsium Jepang.

Retno mengakui proyek high speed train sempat dibahas dalam kunjungan kehormatan tersebut. "Hanya sekilas," imbuh Retno.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan RRT dan Indonesia memiliki kesamaan visi di bidang maritim. RRC memiliki konsep jalur sutra maritim, sedangkan Indonesia mengembangkan visi untuk menjadi poros maritim dunia.

Dua visi tersebut, lanjut Indroyono, sangat bagus untuk dikerjasamakan baik di bidang investasi infrastruktur, industri, perdagangan, maupun hubungan antarmanusia melalui pariwisata.

"Wisatawan dari RRC di Indonesia belum sampai 1 juta per tahun, sedangkan yang datang ke Thailand semester I sudah samapi 4 juta. Ini bagian dari people to people contacts yang kita kembangkan," katanya.

Indroyono mengatakan beberapa industri dari RRC mulai mengalihkan pabrik ke luar Negeri Tirai Bambu itu. Indonesia, lanjutnya, harus menangkap peluang tersebut dengan menyiapkan infrastruktur penunjang industri, seperti kawasan industri dan listrik.

"Jadi nantinya kawasan-kawasan industri dibangun juga, pembangkit listriknya juga dibangun bersama RRC," tuturnya.

Dengan pembangunan sarana dan prasarana investasi itu, Indroyono optimistis Indonesia dapat menjadi mitra China dalam mengembangkan industrialisasi dan basis produksi. - (bisnis/2707/15) - .

Panglima TNI Tunjuk Danjen Kopassus Baru, 84 Perwira Dimutasi

Jenderal Gatot Nurmantyo melakukan mutasi besar-besaran pasca-menjabat Panglima TNI. Sebanyak 84 perwira mengalami pergeseran posisi, termasuk mereka yang memegang jabatan-jabatan penting.

Dikutip dari situs resmi TNI, tni.mil.id, mutasi dilakukan terhadap 48 perwira TNI Angkatan Darat, 12 perwira TNI Angkatan Laut, dan 12 perwira TNI Angkatan Laut.

Danjen Kopassus sebelumnya diisi oleh Mayjen Doni Monardo. Doni kini diberi tugas sebagai Panglima Daerah Militer (Pangdam) XVI/Pattimura. Penggantinya, Herindra, semula Kepala Staf Daerah Militer (Kasdam) III/Siliwangi.

Selain itu, pergantian juga terjadi pada posisi Panglima Komando Cadangan Strategis AD. Pangkostrad yang semula dijabat Letjen Mulyono kini beralih pada Mayjen Edy Rachmayadi yang sebelumnya merupakan Pangdam I/Bukit Barisan. 

Mayjen Agus Sutomo yang awalnya menjabat Pangdam Jaya pun diganti. Agus kini ditugaskan sebagai Komandan Komando Pendidikan dan Latihan (Kodiklat TNI AD) menggantikan Letjen Lodewijk Freidrich Paulus yang menjadi Perwira Tinggi Mabes TNI AD dalam rangka pensiun. Pengganti Agus di posisi Pangdam Jaya belum ditunjuk. 

Serupa, Wakil Kepala Staf TNI AD berganti. Posisi yang semula dijabat Letjen Drs. Muhammad Munir itu kini dipegang Moh. Erwin Syafitri. Erwin sebelumnya menjabat Kepala Badan Intelijen Strategis TNI –posisi yang kini diisi Mayjen TNI Yayat Sudrajat.

Kepala Pusat Penerangan TNI yang semula berada di tangan Mayjen Fuad Basya pun kini dijabat Mayjen Endang Sodik, sementara Fuad menjadi Pati Mabes TNI dalam rangka pensiun.

Perombakan besar-besaran di tubuh TNI tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI bernomor Kep/593/VII/2015. Mutasi disebut dilakukan untuk mengoptimalkan tugas-tugas TNI yang makin berat. -(cnn-2707-15)- .

Mantan Terpidana Korupsi Daftar Jadi Calon Wali Kota Semarang

SEMARANG,- Mantan Wali Kota Semarang Soemarmo Hadi Saputro kembali mendaftarkan diri menjadi orang nomor satu di Kota Semarang, Minggu (26/7/2015). Soemarmo resmi maju menjadi bakal calon meski pernah menjadi terpidana kasus korupsi suap pembahasan rancangan APBD. 

Soemarmo datang bersama bakal calon wakil Wali Kota yang merupakan politikus DPP PKS Zubair Safawi di kantor KPU Kota Semarang di Gedung Pandanaran lantai 5, Minggu siang tadi. Saat mendaftar, dia juga membawa segepok berkas untuk diserahkan ke KPU. 

"Tadi sudah diserahkan. Persyaratan yang masih kurang ada tiga berkas, kalau pak Zubair ada tujuh berkas. Dalam waktu dekat, akan kami penuhi," kata Soemarmo. 

Pasangan Soemarmo-Zuber adalah pasangan pertama yang mendaftarkan diri menjadi salah satu Balon Wali Kota sejak dibuka hari ini. Dia mendapat sokongan dari koalisi Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Keadilan Sejahtera. 

Setelah mendaftar, dia mengaku pernah menjadi narapidana KPK. Bahkan, saat sebelum mendaftarkan, dia mengaku sudah memberitahukan pada masyarakat Kota Semarang pernah tersangkut kasus hukum. 

"Saya sudah sampaikan, sebelum mendaftar kepada masyarakat bahwa amar putusan saya itu saksi. Di masyarakat, secara terbuka bahwa saya mantan narapidana, tapi dalam hal ini saya berjuang untuk anak buah dan berjuang untuk Kota Semarang," tambahnya.

Bahkan, dalam perjuangan kasus hukumnya melawan KPK, dia mengaku memenangkan dalam statusnya di Mahkamah Agung saat proses hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK). Dengan dasar itulah, dia yakin pilihannya untuk mendaftar akan direstui oleh masyarakat. 

"Saya bersama PKB dan PKS, tim dan relawan akan berjuang. Ini bukan untuk saya pribadi dan partai, tapi untuk masyarakat kota Semarang," pungkasnya. 

Soemarmo pernah jadi Wali Kota tahun 2010-2012. Soemarmo tidak penuh menjalani jabatannya karena pernah tersandung kasus suap RAPBD Kota Semarang yang disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat itu, dia dihukum penjara 2,5 tahun, dan kini telah selesai menjalani masa pemidanaan pada September 2014 lalu. (kompas-2607-15) .

Sunday, July 26, 2015

Cari Dalang Suap, KPK Periksa Bupati Musi Banyuasin

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Bupati Musi Banyuasin Pahri Azhari dan istrinya, Lucyanty Pahri, untuk diperiksa. Keduanya akan dimintai keterangan dalam kasus suap anggaran daerah di Musi Banyuasin. 

Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan pemeriksaan dua orang itu diperlukan untuk menjerat pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus suap tersebut. "Pemanggilan untuk mendalami alat-alat bukti ke arah pihak terkait, termasuk Bupati," kata Indriyanto kepada Tempo melalui pesan pendek, Senin, 27 Juli 2015.

Menurut Indriyanto, pemeriksaan terhadap Pahri sudah direncanakan sejak politikus Partai Amanat Nasional itu dilarang bepergian ke luar negeri oleh KPK lewat Direktorat Jenderal Imigrasi pada 21 Juni 2015. Sedangkan istri Pahri adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Selatan. 

Nama Pahri mencuat setelah operasi tangkap tangan KPK terhadap empat tersangka suap di sebuah rumah di Jalan Sanjaya, Palembang, pada Sabtu malam, 20 Juni 2015. Rumah itu milik anggota DPRD Musi Banyuasin dari PDI Perjuangan, Bambang Karyanto, salah seorang tersangka penerima suap. Tersangka lain penerima rasuah adalah Adam Munandar, anggota DPRD Musi Banyuasin dari Partai Gerindra.

Adapun dua tersangka pemberi suap adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Musi Banyuasin Syamsudin Fei; dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Musi Banyuasin Fasyar.

Dari tangan tersangka, komisi antikorupsi menyita duit sebesar Rp 2,56 miliar. "Sementara keterangan yang didapat adalah uang itu iuran. Siapa saja, akan didalami, pemeriksaan sedang dilakukan," kata pelaksana tugas Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki dalam konferensi pers, Selasa, 23 Juni 2015.

KPK menduga pemberian uang suap itu bertujuan memuluskan perubahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Musi Banyuasin 2015. Sebagai bupati, Pahri merupakan pengguna anggaran Kabupaten Musi Banyuasin.

Setelah penangkapan itu, penyidik KPK selama dua hari menggeledah rumah, kantor, dan restoran milik Pahri. Tim penyidik membawa sejumlah berkas seusai penggeledahan. Seorang penegak hukum mengatakan tim penyidik sedang mencari inisiator suap. KPK meyakini dua tersangka, Syamsudin Fei dan Fasyar, bukan inisiator suap. (tempo.co-2707-15) .

Kepala Dinpora Kendal Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Kursi Stadion

KADINPORA KENDAL
KENDAL – Kejaksaan Negeri Kendal (Kejari) kembali menetapkan tersangka baru kasus dugaan korupsi pengadaan kursi tribun Stadion Utama Bahurekso, Kebondalem, Kendal pada tahun 2013 lalu. Kali ini, Kejari menetapkan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dinpora) Kendal, Dwianto MPd MSi, sebagai salah satu tersangkanya.
Penetapan Kepala Dinas tersebut merupakan hasil dari penyelidikan yang terus dilakukan pihak Kejari Kendal. Sebelumnya, Kejari Kendal telah menetapkan tersangka dalam kasus ini kepada Cipto Utono selaku PPKom, dan rekanan penyedia jasa. “Inisial tersangka barunya yakni DW, yang bersangkutan bertindak sebagai pengguna anggaran,” ujar Kajari Kendal, Yeni Andriyani SH MH.
Selain Dwianto, kejaksaan juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Bagus Setiawan selaku Ketua Panitia Pengadaan dan Sutrisno yang merupakan ketua Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP). “Kami juga menetapkan tersangka lainnya, yakni BS selaku ketua panitia pengadaan dan ST sebagai Ketua PPHP, sehingga total kami saat ini telah menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi kursi tribun stadion tersebut,” ungkapnya.
Menurut Yeni, ketiga tersangka tersebut dijerat Pasal 2 subsider Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang korupsi. Mereka diancam dengan hukuman 20 tahun penjara.
Dikatakan, penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah penyidik melakukan proses penyelidikan secara intensif. Anggaran yang digunakan untuk membangun kursi stadion Kendal sendiri, sebesar Rp2 Miliar dan berasal dari APBD 2013 yang lalu. “Mereka kami sangkakan melakukan kesepakatan pelanggaran dalam penyediaan kursi stadion, tetapi hasil pengadaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini, mencapai Rp1 Miliar lebih. Namun, kami masih melakukan penghitungan secara pasti angkanya,” ucapnya.
Selain kasus korupsi kursi tribun Stadion Utama Bahurekso Kendal, pihak Kejari juga tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus pegawai Harian Lepas (Harlep) yang ada di Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan aset Daerah (DPPKAD) Kendal. Kasus-kasus dugaan korupsi lain yang ada di Kendal, juga tidak luput dari perhatian Kejari. (RadarPekalongan-2705-15) .

Menguak Fakta Tersangka Jadi ATM Jaksa

JAKARTA,  - Sindiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal perilaku jaksa nakal yang sering menjadikan para tersangka sebagai "mesin ATM" alias diperas, memang bukan merupakan masalah baru. Apa yang disampaikan Jokowi pada peringatan Hari Bakti Adhyaksa ke-55 Kejaksaan Agung yang jatuh pada 22 Juli lalu itu, sejatinya adalah persoalan lama yang seolah sulit dienyahkan dari tubuh Korps Adhyaksa.

Melihat beberapa kasus dugaan pemerasan tersangka oleh oknum jaksa yang penanganannya tak serius, wajar kiranya jika membuat Jokowi kembali mengingatkan jajaran Kejaksaan Agung terkait persoalan ini. Di tahun ini saja misalnya, ada beberapa berita besar terkait laku lancung jaksa dalam memeras para tersangka.

Medio Mei lalu misalnya, kota Surabaya dihebohkan oleh pengakuan Go Ka Yuan alias Ayen alias Stenly (41) seorang tersangka kasus narkotika yang mengaku diperas jaksa SW dari Kejari Surabaya sebesar Rp150 juta agar tidak dijadikan terdakwa. Untuk itu, sang terduga bandar narkotika ini mengaku sudah menyerahkan uang kepada SW sebesar Rp80 juta.

Bahkan menurut pengakuan Stenly, awalnya dia dimintai uang sampai sebesar Rp450 juta. Jika dipenuhi, Stenly dijanjikan SW hanya akan didudukkan sebagai pengguna dan hanya akan dikenakan hukuman rehabilitasi. Kasus ini terungkap setelah Stenly buka-bukaan di pengadilan lantaran dia dihukum penjara 5 tahun 6 bulan dan didenda Rp1 miliar subsider enam bulan penjara. 

Kemudian masih dari Jawa Timur, dan juga masih di bulan Mei, seorang pedagang bahan bangunan bernama Misri (46) mengaku diperas jaksa saat menjadi saksi kasus korupsi bedah rumah yang didanai APBN 2013. Misri mengaku dirinya diperas dua oknum penyidik Pidsus Kejaksaan sebesar Rp100 juta.

Modusnya, kata Misri, kedua jaksa itu mengaku meminjam uang dan kalau urusan selesai akan dikembalikan. Misri mengatakan, dia menyerahkan uang beberapa tahap yaitu sebesar Rp20 juta, Rp40 juta, Rp25 juta dan terakhir Rp15 juta yang diserahkan di ruang Kejaksaan Negeri Banyuwangi. Sayangnya, Misri tak berhasil menunjukkan bukti penyerahan itu, dengan alasan, pada oknum jaksa itu tak mau membuat tanda terima saat penyerahan uang terjadi.

Kedua kasus ini kemudian, seolah lenyap begitu saja tanpa ada penanganan lebih lanjut. Dalam kasus Stanley, Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Jatim Arief mengatakan, kasus ini direkomendasikan untuk dihentikan karena tidak ada bukti kuat. Rekomendasi tersebut sudah dikirim ke pengawasan Kejaksan.

Juga dalam kasus di Banyuwangi, Kasi Pidsus Kejari Banyuwangi M. Arif Abdillah mengatakan, untuk kasus ini lebih baik ditanyakan langsung kepada kedua oknum jaksa yang dituduh memeras Misri. Jaksa yang dituduh, yaitu Elsius, juga membantah tudingan Misri itu. Elsius justru mengaku diberi oleh Misri alias disuap. 

Terhadap sindiran Jokowi soal ada jaksa yang memeras tersangka, Jaksa Agung HM Prasetyo sendiri tak menampiknya. Namun, kata dia, itu tidak bisa dilekatkan pada perilaku semua jaksa. Ada ribuan jaksa di seluruh Indonesia, sementara yang dimaksud Presiden hanya kasuistik. "Satu dua orang mungkin ada, itu yang kita benahi. Kita tidak ada kompromis dengan praktik-praktik seperti itu," kata Prasetyo, beberapa waktu lalu.

BERSARANG DI KEJAGUNG.... ? - Prasetyo sah-sah saja membela jajaran di bawahnya dengan mengatakan kasus-kasus itu sifatnya kasuistik. Terlebih, pada banyak kasus, isu pemerasan jaksa terhadap para tersangka juga lebih sering lenyap begitu saja seiring kasus dilimpahkan ke pengadilan atau telah dijatuhi vonis oleh pengadilan.

Hanya saja, hal itu seharusnya tidak dijadikan alasan bagi Prasetyo untuk tidak memperhatikan apa yang menjadi kekhawatiran Presiden Jokowi. Pasalnya, diduga, kasus-kasus macam ini justru ditengarai banyak terjadi di Kejaksaan Agung sendiri. Kita tentu masih ingat di awal tahun 2014 lalu, tersangka kasus korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2, Belawan, Bahalwan mengaku ingin bunuh diri lantaran lelah diperas oleh oknum jaksa. 

Bahalwan mengaku, ada jaksa berinisial BIJ itu meminta uang sebesar Rp10 miliar darinya. Karena itulah, Bahalwan mengaku nekat mengacungkan senjata api yang diakuinya hendak dipakai untuk bunuh diri. 

Ketika itu, pihak Kejaksaan Agung sendiri menganggap sepi pernyataan Bahalwan dan meminta publik tak percaya begitu saja pada ucapan Bahalwan. Kasus ini pun lenyap begitu saja seiring kasusnya mulai dilimpahkan ke pengadilan.

Toh, aroma permainan perkara yang bermodus pada menjadikan tersangka sebagai mesin ATM tak lenyap begitu saja. Beberapa kasus bersar yang ditangani Kejaksaan Agung yang penanganannya sangat lambat, dicurigai juga memiliki modus sedemikian.

Dua perkara yang kasat mata diduga terjadi perlakuan diskriminatif terhadap tersangkanya yang dipertontonkan Kejaksaan Agung adalah dugaan korupsi pembangunan gedung T-Tower Bank Jawa Barat Banten (BJB) dan korupsi Jaringan Sampah di Pemprov DKI Jakarta. Pada kasus T-Tower BJB, ada satu tersangka yang hingga kini seolah tak tersentuh tangan hamba wet di Kejagung. Dia adalah Direktur Utama Direktur PT Comradindo Lintasnusa Tri Wiyasa (TW). 

Padahal dalam kasus yang sama, satu tersangka lain yaitu mantan Kepala Divisi Umum BJB Wawan Indrawan, perkaranya akan segera disidangkan di ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. "Berkas perkaranya (Wawan) sudah kita limpahkan ke Kejati Jabar, sudah," kata Kepala Subdirektorat Penyidikan Kejaksaan Agung Sarjono Turin kepada gresnews.com, Minggu (26/7).

Meski begitu, Turin membantah ada "permainan" sehingga Tri Wiyasa masih melenggang bebas. Untuk Tri Wiyasa, kata Turin, penyidik masih mengupayakan pengejaran. Karena beberapa kali dipanggil, adik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Tri Wisaksana ini mangkir.

Dalam kasus satunya yaitu kasus korupsi jaringan sampah, ada juga tersangka yang diperlakukan istimewa yaitu, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta Erry Basworo. Pejabat DKI era Gubernur Foke ini juga masih melenggang bebas. 

Beda dengan dua tersangka lain yang kini telah mendekam di Rutan Kejaksaan Agung yakni mantan Kepala Bidang Pemeliharaan Sumber Daya Air Dinas PU Rifiq Abdullah dan mantan Dirut PT Asiana Technologies Lestari Noto Hartono.

TEBANG PILIH PANGKAL KORUPSI - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman curiga sikap tebang pilih para penyidik kejaksaan dalam dua kasus itu menyimpan sesuatu yang tak beres. Dia bilang, perlakuan-perlakuan khusus semacam ini kerap menjadi pangkal korupsi dimana kalau tidak jaksa yang memeras, ya tersangkanya yang menyuap agar kasusnya dipendam.

Boyamin menegaskan, penyidik Kejaksaan Agung dalam dua kasus tersebut jelas telah melakukan tebang pilih dan memberikan perlakuan tidak adil terhadap tersangka. "Apalagi sudah jelas, penyidik memiliki keyakinan menahan terhadap para tersangka, tapi tersangka lain malah dibiarkan bebas," kata Boyamin kepada gresnews.com, Minggu (26/7).

Terlebih, kata Boyamin, tersangka yang tidak dikenakan penahanan tersebut diduga memiliki kedekatan dengan kekuasaan atau memiliki modal agar dirinya tak tersentuh hukum. "Harusnya semua tersangka diperlakukan sama, apalagi ada tersangka yang sudah ditahan lebih sebulan tapi lainnya bebas," kata Boyamin.

Dengan perlakuan istimewa terhadap sejumlah tersangka, sentilan Presiden Jokowi yang menyebut masih ada oknum jaksa menjadikan tersangka 'ATM' boleh jadi memang benar. "Tidak ada 'makan siang' gratis, apalagi ini soal penahanan. Patut dicurigai para tersangka memang jadi ATM oknum jaksa," tegas Boyamin.

Hanya saja, untuk soal ini, lagi-lagi pihak Kejaksaan Agung memilih bersikap defensif atau malah cenderung mengabaikannya. Disoal tersangka perkara T-Tower BJB yang tidak ditahan karena perlakuan istimewa Kejaksaan Agung, Prasetyo mengatakan, untuk membuktikan tersangka benar-benar bersalah butuh bukti pendukung yang lengkap. 

Tiap tersangka, kata dia, punya peran berbeda-beda. "Jadi jangan suuzdon dulu, mungkin perannya beda maka bukti pendukungnya tidak sama," kata Prasetyo.

Meski dibantah, kecurigaan adanya jaksa yang "main" dalam dua perkara itu memang sulit untuk disanggah. Untuk perkara korupsi T-Tower BJB misalnya, sejak awal penyidikan oleh Kejati Jawa Barat sudah tampak kasusnya akan bakal berliku atau bahkan akan menguap. Kasus ini disidik sejak 2013 lalu, namun seolah jalan ditempat. Akhirnya, tahun 2014 kasusnya diambil alih oleh Kejaksaan Agung.

Proyek berawal ketika BJB berniat membeli 14 dari 27 lantai di T-Tower untuk gedung kantor cabang khusus di Jakarta pada 2006. Lahan ini milik PT Comradindo dan disepakati harga tanah sebesar Rp543,4 miliar. BJB membayar uang muka Rp217,36 miliar. Sisanya dibayar secara mengangsur sebesar Rp27,17 miliar yang dibayar per bulan selama 1 tahun.

Belakangan diketahui tanah yang hendak dipakai untuk pembangunan gedung T-Tower diduga milik perusahaan lain serta adanya dugaan penggelembungan harga tanah. Akibatnya negara diperkirakan mengalami kerugian senilai Rp217 miliar lebih. 

Ditetapkanlah dua tersangka, Tri Wiyasa dan Wawan Indriawa. Untuk mendalami kasus ini, sejumlah petinggi BJB diperiksa. Namun setahun kasus ini di Gedung Bundar juga kembang kempis. Menurut sejumlah jaksa, kasus ini telah membelah Gedung Bundar.

Saat jaksa penyidik menyatakan lengkap, namun jaksa peneliti menyatakan sebaliknya. Berkas perkara bolak-balik untuk dilengkapi oleh penyidik. Bahkan untuk melakukan progres kasus ini, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono harus membuat nota dinas agar kasus ini dipercepat. Namun nota itu tak digubris.

Barulah saat Satgassus terbentuk, perkara T-Tower BJB ini menemukan titik terang. Penyidik menahan Wawan Indrawan tapi Tri Wiyasa tidak. Berkali-kali dipanggil tidak hadir. Tapi penyidik tak juga melakukan panggilan paksa. Meski begitu Kejaksaan Agung tetap membantah diskiriminatif.

"Tidak ada diskriminatif, kalau tersangka TW selaku Direktur PT Comradindo Lintasnusa belum ditahan, bukan berarti tidak akan ditahan," kata Widyopramono di Kejaksaan Agung.

Belakangan, Tri Wiyasa dinyatakan buron oleh penyidik. Menurut jaksa, Tri Wiyasa selalu berpindah-pindah tenpat sehingga sulit jaksa untuk menangkapnya. Apalagi dalam kasus ini, Tri Wiyasa diduga berlindung di balik jejaring kekuasaan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung yang ditunjuk sebagai penasihat hukumnya.

PESAN JOKOWI JELAS - Pada Peringatan Hari Bakti Adhiyaksa ke-55 sudah jelas pesan Presiden Jokowi terhadap institusi Kejaksaan. Kejaksaan dituntut untuk melakukan reformasi internal agar rakyat dapat melihat kesungguhan dan kesanggupan lembaga tersebut untuk meningkatkan kinerjanya.

Reformasi harus dilaksanakan terus menerus dan menyeluruh dari hulu sampai hilir, yang dimulai dari pembenahan integritas dan kompetensi jaksa tanpa kompromi. Sehingga jaksa dapat menjadi aparatur hukum yang baik, aparatur yang kritis di semua tingkatan.

"Saya tidak ingin mendengar lagi, aparatur hukum yang melakukan pemerasan, tindakan yang memperdagangkan perkara dan lain-lain untuk dijadikan ATM," kata Jokowi.

Hukum akan berjalan dengan baik apabila berada di tangan aparatur penegak hukum yang baik karenanya Jokowi sangat meyakini apabila terjadi perubahan dan perbaikan tersebut, kepercayaan publik akan semakin meningkat dan sosok jaksa akan semakin berwibawa, serta bermartabat di mata masyarakat.

Terkait kasus pemerasan oleh jaksa sendiri, di era Jaksa Agung Basrief Arief, Kejaksaan sebenarnya sudah memiliki unit yang disebut Unit Perlindungan Pelapor. Lewat unit itu, Kejaksaan Agung meyakinkan para tersangka yang memang diperas oleh oknum jaksa untuk melapor. 

"Laporkan kepada pihak yang berwajib, bila terindikasi (ada oknum) jaksa yang meminta uang (terkait penanganan perkara)," kata Basrief ketika itu.

Basrief juga mengeluarkan surat edaran Nomor: B-139/A/C.9/08/2013, tanggal 14 Agustus 2013. Isinya Jaksa Agung meminta kepada seluruh Gubernur, Walikota dan Bupati se-Indonesia untuk tidak melayani permintaan dari para jaksa yang menangani perkara di daerah masing-masing.

Tindakan serupa, juga dilakukan dengan mengirmi surat Nomor: B-138/A/C.9/08/2013, tanggal 14 Agustus 2013) kepada seluruh Kejaksaan Tinggi (Kejati) se-Indonesia untuk diteruskan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) di wilayahnya masing-masing. Intinya Jaksa Agung ingin meyakinkan masyarakat agar melaporkan jaksa nakal yang berupaya memeras ke Kejaksaan Agung.

Laporan dapat dilakukan melalui Pos Pelayanan Hukum dan Pos Pengaduan Masyarakat (PPH&PPM) di masing-masing kantor Kejaksaan (pusat dan daerah) atau melalui e-pengaduan yang tersedia diwww.Kejaksaan.go.id dan unit layanan Aplikasi LAPOR ! UKP4.

Unit kerja ini bermaksud sebagai hotline centre pegawai untuk melaporkan segala jenis pelanggaran hukum dan etika serta pelanggaran lain yang terjadi di lingkungan Kejaksaan. Sayangnya, setelah Basrief lengser digantkan Prasetyo, kabar unit ini tak jelas lagi. Nah, daripada menyanggah ucapan Jokowi, tentu sebaiknya Jaksa Agung segera melakukan pembenahan internal. Salah satunya bisa dengan mengaktifkan kembali unit pengaduan ini. (greesnews-26072015) .

Friday, July 24, 2015

Prabowo Soernirman : "Gerindra Tidak Mungkin Mencalonkan Ahok"

JAKARTA - Anggota DPRD DKI, Prabowo Soenirman menjelaskan, Partai Gerindra tidak mungkin membuka peluang untuk mencalonkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Calon Gubernur DKI 2017.
Ia menjelaskan, adanya pernyataan dari Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo yang menyebutkan Partai Gerindra bakal mencalonkan mantan Bupati Belitung Timur itu merupakan kesalahan kutip dari media.
"Enggak mungkinlah itu (mencalonkan Ahok Gubernur-red) salah kutip itu, karena kita enggak mungkin mencalonkan dia lagi," ujar Prabowo saat dikonfirmasi, Kamis (23/7/2015).
Politisi Partai Gerindra itu menambahkan, apabila Partai Gerindra kembali mencalonkan Ahok sebagai Gubernur Jakarta, maka hal itu akan mencederai kader dan simpatisan Gerindra DKI Jakarta.
"Kalau seperti itu, sangat mencederai perasaan kita, Ahok harus ditolak," tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menyatakan, pihaknya membuka peluang untuk mengusung Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta yang berlangsung pada 2017.
Adik dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto itu mengatakan bahwa kakaknya telah memaafkan segala kesalahan Ahok yang memutuskan untuk keluar dari partainya. (okezone) .

Thursday, July 23, 2015

KPBB : "Pertalite adalah Lanjutan Pembohongan Rakyat"

Rencana Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) untuk meluncurkan Pertalite yang memiliki kadar oktan RON 90 dinilai sebagai langkah melanjutkan mengelabuhi rakyat yang menjadi konsumen dengan memasok BBM yang tidak memenuhi persyaratan teknologi kendaraan saat ini.

“Berpuluh tahun mengelabui rakyat dengan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium yang nyatanya tidak berkualitas premium. Lalu sekarang dilanjutkan dengan Pertalite,” kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin di kantornya, Jakarta, Selasa .

Menurutnya, produksi dan pemasaran Pertalite RON90 juga inkonsisten terkait beberapa peraturan dan perundangan di Indonesia. Pertama, tidak sesuai dengan UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Dalam UU telah ditetapkan untuk mengadopsi Vehicle Emission Standard yakni Euro 2 sejak 1 Januari 2007. Dengan syarat bensin minimimal RON 91, benzene max 2,5 persen, aromatic max 40 persen dan sulfur content max 500 ppm,” ucapnya.

Untuk itu, pihaknya meminta Pemerintah dan Pertamina dapat mengkaji kembali untuk lebih mengedepankan meluncurkan produk dengan RON minimal 91 yang merupakan standar Euro.

“Tambah satu oktan lagi, agar tidak lagi menabrak konstitusi. Di pasar minyak RON 90 itu tidak ada, kenapa keukeuh RON 90. Kami menduga ini sebagai upaya untuk menutupi hitung-hitungannya dari masyarakat,” jelasnya.

Menurutnya, BBM yang ada di pasar menggunakan RON91, bukan ron90. Semestinya pertamina membuat BBM dengan standar Euro, bukan standar Pertamina sendiri.

“Ron 91 ada di pasar, sudah sesuai standar Euro meskipun masih kategori Euro 1. Ini juga sesuai anjuran world wide fuel culture,” tukasnya. (Atl/210415/E) .

KPK dalami Pemeriksaan Tersangka Bupati Empat Lawang dan Istri

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan suap dalam sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013. Untuk itu, lembaga antirasuah ini memeriksa Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Al Jufri (BAA) berserta istri Suzana Budi Antoni (SBA) yang sudah menjadi tersangka dalam dugaan suap kepada mantan Ketua MK, Akil Mochtar.

"Iya, hari ini BAA dan SBA akan diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (22/7/2015).

Namun, hingga pukul 10.25 WIB ini, pasangan suami istri yang terlibat perkara suap itu belum juga nampak di markas antirasuah ini. Mereka berdua sudah menjadi tahanan KPK sejak 6 Juli 2015 lalu di Rutan yang berbeda. Budi ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur dan Suzana di Rutan KPK.

Seperti diketahui, Budi diduga telah memberikan uang kepada mantan Ketua MK, Akil Mochtar, agar mengagalkan kemenangan Joncik Muhammad dan Ali Halimi sebagai Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang pada Pilkada tahun 2013.

Dia disinyalir memberikan uang sebesar Rp10 miliar dan USD500 ribu. Diduga kuat, Budi yang menyuruh Suzanna mengantar uang sekitar Rp10 miliar dan USD500 ribu ke Muhtar Effendy, yang disebut-sebut sebagai makelar suap Akil Mochtar.

Atas perbuatannya, pasangan suami istri ini diduga melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (OZ/23072015/E)