Jakarta - Pemuda berpostur tinggi tegap itu dengan sabar meladeni anak-anak kecil yang berniat naik kereta mini yang dia operasikan. Tiga bulan lalu dia adalah kiper Pusamania Borneo FC dan mantan anggota timnas U-23, tapi roda nasib bergerak cepat membawanya ke bazar-bazar kecil.
Galih Sudaryono tetap terlihat rapi saat ditemui detikcom tengah menjaga wahana permainan anak-anak. Penampilannya masih bergaya, dengan rambut dicat merah, t-shirt hitam dan celana jeans yang berpadu dengan sandal.
Sejak beberapa waktu terakhir Galih tidak lagi wara-wiri di lapangan, menjalani pertandingan dari satu stadion ke stadion lain. Karena roda kompetisi berhenti dia kini banting setir sebagai operator mainan anak-anak. Jadilah Galih beredar dari satu bazar ke bazar lain di sekitar rumahnya demi menjajakan jasa tersebut.
Galih yang sempat memperkuat Timnas U-19 dan Timnas U-23 kini harus bersaing dengan penjaja jasa mainan lain untuk merebut hati anak-anak kecil sehingga mau mampir ke wahananya.
"Penghasilannya ya tidak sebesar gaji pemain bola. Apalagi ini kan harus membayar setoran ke pemilik mainan. Kawan saya yang memiliki wahana ini tidak mematok harga setoran, karena dia tahu saya hanya punya pemasukan sebagai operator ini. Pertolongan kawan baik itu bisa membuat dapur rumah kembali ngebul. Saya tidak malu menjalani ini semua," ujarnya saat ditemui Senin, (27/7/2015) malam.
Galih adalah korban langsung berhentinya kompetisi bola di tanah air, setelah dibekukannya PSSI oleh Menpora dan berlanjut dengan penolakan operator liga melanjutkan menggelar kompetisi. Sebelum bergabung di Pusamania, Galih pernah juga memperkuat Persija Jakarta.
Dengan pekerjaannya kini Galih terus berpindah dari satu kampung ke kampung lain. Karena rata-rata sebuah bazar hanya berlangsung satu hingga dua pekan, dia harus mencari informasi mengenai desa lain yang menggelar bazar sehingga uang bisa dikumpulkan.
Namun demikian, Galih tidak berhenti berharap untuk menjadi pesepakbola handal. Dia masih terus berlatih agar kemampuannya sebagai penjaga gawang sepakbola profesional tetap terjaga dengan baik. Setiap pagi dia berlatih lari dan sesekali menyempatkan diri bermain bola bersama sebuah klub kampus tak jauh dari rumahnya.
"Semoga kompetisi segera berjalan lagi," harapnya.- (detik) - .
Sejak beberapa waktu terakhir Galih tidak lagi wara-wiri di lapangan, menjalani pertandingan dari satu stadion ke stadion lain. Karena roda kompetisi berhenti dia kini banting setir sebagai operator mainan anak-anak. Jadilah Galih beredar dari satu bazar ke bazar lain di sekitar rumahnya demi menjajakan jasa tersebut.
Galih yang sempat memperkuat Timnas U-19 dan Timnas U-23 kini harus bersaing dengan penjaja jasa mainan lain untuk merebut hati anak-anak kecil sehingga mau mampir ke wahananya.
"Penghasilannya ya tidak sebesar gaji pemain bola. Apalagi ini kan harus membayar setoran ke pemilik mainan. Kawan saya yang memiliki wahana ini tidak mematok harga setoran, karena dia tahu saya hanya punya pemasukan sebagai operator ini. Pertolongan kawan baik itu bisa membuat dapur rumah kembali ngebul. Saya tidak malu menjalani ini semua," ujarnya saat ditemui Senin, (27/7/2015) malam.
Galih adalah korban langsung berhentinya kompetisi bola di tanah air, setelah dibekukannya PSSI oleh Menpora dan berlanjut dengan penolakan operator liga melanjutkan menggelar kompetisi. Sebelum bergabung di Pusamania, Galih pernah juga memperkuat Persija Jakarta.
Dengan pekerjaannya kini Galih terus berpindah dari satu kampung ke kampung lain. Karena rata-rata sebuah bazar hanya berlangsung satu hingga dua pekan, dia harus mencari informasi mengenai desa lain yang menggelar bazar sehingga uang bisa dikumpulkan.
Namun demikian, Galih tidak berhenti berharap untuk menjadi pesepakbola handal. Dia masih terus berlatih agar kemampuannya sebagai penjaga gawang sepakbola profesional tetap terjaga dengan baik. Setiap pagi dia berlatih lari dan sesekali menyempatkan diri bermain bola bersama sebuah klub kampus tak jauh dari rumahnya.
"Semoga kompetisi segera berjalan lagi," harapnya.- (detik) - .
No comments:
Post a Comment