Friday, January 1, 2016

Kronologi Pembelian Lahan RS Sumber Waras Versi BPK RI

Jakarta - Pemprov DKI batal membangun rumah sakit jantung dan kanker di atas sebagian lahan seluas 3 hektar yang dibelinya dari RS Sumber Waras. BPK RI dalam laporan pemeriksaan keuangan menemukan sejumlah kejanggalan.

BPK pun merekomendasi Pemprov untuk membatalkannya karena berpotensi menimbulkan kerugian sebesar Rp 191 miliar. Atas sejumlah temuan, DPRD DKI pun membentuk tim pansus untuk melakukan investigasi lebih dalam.

Kronologi negosiasi versi BPK RI yang dibacakan oleh salah satu anggota tim pansus dari Fraksi PKS, Dite Abimanyu dalam rapat antara tim pansus dengan pihak eksekutif.

"14 Oktober 2014 terjadi perjanjian yang sifatnya sudah terikat di mana dia tidak boleh mengalihkan ke pihak lain. Kita nggak masuk sana, Plt (Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama kala itu) melakukan pembicaraan dengan Dirut RS," ujar Dite di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/8/2015).

Berikut kronologi selengkapnya:

1. Tanggal 6 Juni 2014 - Plt Gubernur Ahok berminat membeli sebagian lahan seluas 3,6 hektar milik RS Sumber Waras untuk dijadikan rumah sakit jantung dan kanker.

2. Tanggal 16 Juni 2014 - Pihak RS Sumber Waras menyatakan lahan tersebut tidak dijual karena sudah terikat kontrak atau kerjasama dengan PT Ciputra Karya Utama.

3. Tanggal 27 Juni 2014 - Pihak RS Sumber Waras mengirim surat kepada Pemprov DKI yang menyatakan ketersediannya menjual lahan tersebut dengan harga NJOP senilai Rp 20 juta sekian seperti yang berlaku di Jalan Kiai Tapa, walaupun letak tanah tersebut menghadap Jalan Tomang Utara, Jakarta Barat.

4. Tanggal 7 Juli 2014 - Pihak RS Sumber Waras kembali mengirim surat kepada Pemprov DKI.

5. Tanggal 8 Juli 2014 - Plt Gubernur Ahok mendisposisikan surat tersebut ke Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI yang kala itu masih dijabat oleh Andi Baso untuk menyiapkan anggaran senilai Rp 20 juta, tanpa proses negosiasi.

6. Tanggal 14 November 2014 - Dinas Kesehatan DKI mengeluarkan hasil kajian terhadap lahan RS Sumber Waras layak dibeli dengan memenuhi sejumlah syarat, seperti tanah yang dibeli harus siap pakai, bebas banjir, memiliki akses jalan besar, jangkauannya luas dan luas lahan minimal 2.500 meter persegi. Namun BPK menilai lahan tersebut tidak memenuhi 5 syarat yang dikeluarkan Dinkes DKI, di mana tidak siap bangun karena banyak bangunan di situ, daerah banjir dan tidak ada jalan besar.

7. Tanggal 10 Desember 2014 - Pemprov DKI secara resmi telah menunjuk lokasi pembelian lahan.

8. Tanggal 11 Desember 2014 - Pihak Yayasan Kesehatan Sumber Waras membatalkan perjanjian dengan PT Ciputra Karya Utama.

9. Tanggal 15 Desember 2014 - Bendahara Umum Pemprov DKI mentransfer dana sejumlah Rp 800 miliar ke Dinas Kesehatan DKI.

10. Tanggal 30 Desember 2014 - Dinas Kesehatan DKI membayar dengan cek kepada RS Sumber Waras.

11. Tanggal 31 Desember 2014 - Cek pembayaran tersebut dicairkan oleh RS Sumber Waras.

Setelah dibacakan kronologi dari sebuah lembaran kertas, seorang perwakilan SKPD Dinas Kesehatan DKI menyebut pihaknya telah melakukan negosiasi dengan RS Sumber Waras sebelum membeli.

"Kami melakukan nego, Dinkes tidak akan bayar pajak dan tidak mau ngurus sertifikat (balik nama). Jadi Rp 20 juta itu sama seperti hasil nego dan sudah bersih," terangnya.

Wagub DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pun menegaskan kembali pihaknya sudah melalui proses negosiasi. Selain itu juga mengikuti pembelian dengan harga NJOP, bukan appraisel yang lebih rendah.

Melalui negosiasi itu, Pemprov pun tidak dibebani dengan surat-surat atau urusan balik nama.

"Sehingga Pemprov hanya membayar bersih luas tanah dikalikan nilai NJOP, masalah pajak dan sebagainya merupakan tanggung jawab pemilik. Negonya di situ tidak mau bayar bangunan, akta balik nama bersih," kata Djarot. 

No comments:

Post a Comment