Wednesday, December 30, 2015

Menutup Sidang Tanpa Putusan, Seluruh Anggota MKD DPR RI diGugat ke Pengadilan Negeri

Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan
JAKARTA,- Seluruh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2015).

Gugatan diajukan oleh sejumlah warga negara melalui LBH Keadilan Bogor Raya karena menutup kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang menjerat Setya Novanto tanpa putusan apapun.

"Menutup sidang tanpa putusan adalah sebuah perbuatan melanggar hukum," kata Pembela Umum LBH KBR Sugeng Teguh Santoso, saat dihubungi Kompas.com, Rabu siang.

Anggota MKD yang digugat yakni Surahman Hidayat, Kahar Muzakir, Junimart Girsang, Sufmi Dasco Ahmad, A.Bakri, Adies Kadir, Achmad Dimyati Natakusumah, Muhammad Prakoso, Guntur Sasono, Darizal Basir, Syarifuddin Sudding, Sukiman, Risa Mariska, Ridwan bae, Maman Imanul Haq, Supratman, Andi Agtas, Victor Laiskodat dan Akbar Faizal.

Mereka digugat dengan perkara Nomor: 620/Pdt G/2015.

Sugeng menilai, tak seharusnya para anggota MKD menutup kasus, meskipun Novanto telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

Sebab, Novanto dilaporkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke MKD sebagai Anggota DPR, bukan pimpinan DPR.

"Lain kalau yang bersangkutan mundur sebagai Anggota DPR," kata Sugeng.

LBH KBR selaku kuasa hukum para penggugat berpendapat ditutupnya sidang MKD tanpa putusan itu adalah perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan UU No 17 Tahun 20014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan Peraturan DPR RI No 2/2015 tentang tata beracara MKD.

Para penggugat memohon kepada Majelis Hakim PN Jakpus untuk:
1) Mengabulkan gugatan seluruhnya
2) Menyatakan para tergugat (MKD) melakukan perbuatan melawan hukum
3) Menghukum para tergugat untuk membuka kembali persidangan MKD sampai ada putusan. 4) Menghukum para tergugat untuk meminta maaf kepada para penggugat dan publik melalui media nasional.

Adapun warga yang turut menjadi penggugat yakni: Sugeng Teguh Santoso, Syamsul Alam Agus, Evan Sukrianto, Abdul Rozak, Felix Martha, Wahyu Mulyana Putra, Syaiful Afriady, Siti Halimah, Agung Wahyu Ashari, Samsul Hidayat, Desta Lesmana, Kartisah Ajeng Kusuma Ningrum, Hariyanto, Dentiara Dama Saputra, M Syamsul Anam, Wiwin Winata. 
 

Aniaya Warga, 3 Oknum Polres Binjai Dilapor ke Polda SumUt

Istri Tersangka Melapor ke Polda - (DNA Berita)
MEDAN,-- Dinilai melakukan penganiayaan terhadap Edi Jumawan alias Junaidi (40) warga Jalan Jambi Rambung Barat Binjai, 3 oknum personel Polres Binjai diadukan ke Poldasu.

Pengaduan istri tersangka Rosmaini (37) terhadap Aiptu Syahputra, Brigadir Herio Simanjuntak serta Bripda Riky Afandi Padang tertuang dalam LP nomor 11512/ XII/ 2015/ SPKT II tertanggal 27 Desember 2015.

Saat membuat pengaduan itu istri tersangka didampingi 2 pengacara, Deby Damayanti SH serta Maysarah SH MH.Minggu (27/12/2015)

Menurut Rosmaini, penangkapan suaminya terkesan ada rekayasa dari pihak personel Polres Binjai karena saat diperiksa petugas tersangka tak memiliki bukti apa pun."Tidak benar barbuk yang ada sama juper bang. Karena penuturan suamiku dirinya dipukuli agar mau mengaku memiliki sabu-sabu," kata Rosmaini dengan suara meninggi.

Bukan sampai disitu saja, sebelum memasuki Polres Binjai tersangka terus dipukuli para petugas hingga wajahnya lembam serta sempat muntah darah.

Upaya konfirmasi melalui pesan singkat kepada Kabid Humas Polda Sumatra Utara Kombes Pol Helfi Assegaf belum juga membuahkan hasil. Pengiriman SMS terkait penganiayaan terhadap warga Binjai yang dilakukan 3 oknum Polres Binjai belum juga mendapatkan balasan.

Jaksa Temui Pihak Berperkara Diluar Kantor, Kena Sanksi Berat

Feri Wibisono - (Kajati Jabar)
Bandung - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Feri Wibisono menemukan sejumlah pelanggaran peraturan dan kode etik yang dilakukan para jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam setahun terakhir. Di antaranya jaksa yang menemui pihak beperkara pidana di luar kantor. 

"Kalau jaksa bertemu pihak beperkara di kafe berarti menyimpang. Hukumannya berat," ujar Feri kepada pers di sebuah kafe di Kota Bandung, Senin, 28 Desember 2015.

Sepanjang 2015, sembilan jaksa terbukti melanggar aturan dan kode etik. Empat di antaranya melakukan pelanggaran sedang dan lima jaksa melakukan pelanggaran berat. "Hukuman untuk pelanggaran sedang dan berat di antaranya penurunan pangkat hingga pelepasan dari jabatan struktural."

Kendati demikian, Feri mengklaim tingkat pelanggaran yang dilakukan jaksa pada tahun ini menurun. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mencatat pada 2014 jumlah jaksa nakal yang kedapatan melanggar berjumlah 13 orang.

Sementara itu, saat ditanya mengenai banyaknya perkara yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang gugur di Pengadilan Negeri Bandung, Feri menilai itu merupakan bentuk perbedaan tafsir hukum antara jaksa dan majelis hakim semata.

Seperti diketahui, ada tiga perkara tindak pidana korupsi yang ditangani jaksa di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang dibebaskan Pengadilan Negeri Bandung. Terakhir, dalam kasus penyelewengan dan bantuan sosial dengan terdakwa Wakil Bupati Cirebon Taisya Soemadi. Awalnya jaksa penuntut umum menuntut 9 tahun penjara, tapi majelis hakim malah membebaskan politikus PDI Perjuangan itu.

"Sudah saya cek, sudah diperiksa kualitasnya (dakwaan)," ujar Feri. Menurut dia, penyebabnya bukan karena kelemahan jaksa, tetapi karena perbedaan penafsiran perkara.

Tuesday, December 29, 2015

Yayasan Supersemar Gugat Presiden dan Kejaksaan Agung

Jakarta,-- Yayasan Supersemar menggugat Kejaksaan Agung dan Presiden RI. Gugatan ini diajukan menjelang pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengharuskan yayasan itu mengembalikan Rp 4,4 triliun kepada negara.

Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta pada 17 Desember lalu, atau sepe­kan sebelum sidang aanmaning (pemanggilan) untuk eksekusi putusan MA.

Dalam situs Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan ini diregister dengan nomor perkara 783/PDT.G/2015/PN.JKT.SEL. Materi gugatan tentang perbuatan melawan hukum dengan Tergugat I Kejaksaan Agung dan Presiden RI selaku Tergugat II.

Yayasan Supersemar memberi kuasa kepada pengacara Denny Kailimang untuk menggugat Kejagung dan Presiden. Denny juga ditunjuk sebagai wakil yayasan dalam sidang aanmaning.

Hingga tadi malam, Denny be­lum bisa dikonfirmasi mengenai gugatan yang diajukan Yayasan Supersemar terhadap Kejagung dan Presiden.

Sebelumnya, sidang aanman­ing pada 23 Desember lalu batal digelar lantaran ketidakhadiran pihak Yayasan Supersemar mau­pun kuasa hukumnya.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna menyebutkan sidang aanman­ing batal digelar karena Denny Kailimang beralasan sedang ada kegiatan di luar kota yang tak bisa ditinggalkan.

"Sehingga memohon untuk ditunda," katanya.

Pemberitahuan itu disampai­kan lewat surat. Majelis hakim PNJakarta Selatan memutus­kan sidang aanmaning ditunda hingga 6 Januari 2016.

Made berharap pihak Yayasan Supersemar maupun kuasa hu­kum bisa hadir pada sidang men­datang, sehingga proses eksekusi bisa cepat selesai.

"Nanti kan di sidang aanman­ing, dia bisa mengajukan apabila dia tidak bisa bayar 4,4 triliun, bisa ajukan permohonan aset-aset. Kalau dia mampu membayarpakai uang, tidak perlu ada sita aset," tandas Made.

Made menambahkan, Yayasan Supersemar akan diberi waktu menyerahkan uang atau aset yang akan dieksekusi secara sukarela. "Tenggang waktu delapan hari. Apabila tidak dijalankan secara sukarela maka akan dijalankan secara paksa," sebutnya.

Ia juga mengingatkan kepada Yayasan Supersemar dan kuasa hukumnya agar tak mangkir. "Kalau ada indikasi menunda-nunda proses eksekusi, bukan tidak mungkin kita ambil paksa aset-asetnya," tegas. Made.

Sementara menjelang eksekusi, Kejagung ngebut mengumpulkan data mengenai aset Yayasan Supersemar. Kejagung pun membentuk tim gabungan terdiri dari Jaksa Agung Muda Perdata dana Tata Usaha Negara (JAM Datun), Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) dan Pusat Pemulihan Aset untuk menyisir aset yayasan yang dibentuk bekaspresiden Soeharto itu.

"Bersama tim gabungan, kita sudah melakukan inventarisir aset-aset yayasan," kata JAM Datun Bambang Setyo Wahyudi.

Menurut Bambang, penyitaan aset yayasan akan dilakukan juru sita pengadilan. Tim gabunganhanya akan menyerahkan data aset yang akan disita untuk mengganti kerugian negara.

"Pengadilan yang berwenang mengeksekusi aset. Kejaksaan hanyamembantu kelancaran ekseku­si," kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara itu.

Data aset yang telah diperoleh tim gabungan perlu diverifikasi lagi. Ini untuk menghindari juru sita pengadilan salah sita yang bisa memicu persoalan hukum baru. "Sudah ada yang diverifikasi. Daftar aset yang sudah dihimpun dikonsultasikan dengan ketua pengadilan setem­pat," ujarnya.

Kilas Balik
Bank Duta Dapat Kucuran Dana 420 Juta Dolar Amerika
Yayasan Supersemar didiri­kan dekade 1970-an. Soeharto mendirikan yayasan ini dengan tujuan mulia: membantu pen­didikan siswa berprestasi yang tak mampu.

Soeharto lalu mengeluarkanPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1976. Isinya mewajibkan kepada bank-bank pemerintah untuk menyetorkan 50 persen dari 5 persen laba bersihnya kepada Yayasan Supersemar.

Dari setoran bertahun-tahun, yayasan bisa mengumpulkan dana ratusan miliar rupiah dan ratusan juta dolar Amerika. Belakangan, dana yayasan disalahgunakan untuk kepentingan kroni-kroni Soeharto.

Setelah Soeharto lengser, dana yang dikucurkan untuk kroni Soeharto dipersoalkan. Upaya menyeret Soeharto ke pengadilanatas tuduhan korupsi dana yayasan tak berhasil. Sebab, bekas penguasa Orde Baru dinyatakan sakit permanen.

Belakangan, kejaksaan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap Soeharto karena tak kunjung bisa dibawa ke pengadilan lantaran sakit.

Kejaksaan Agung selaku pen­gacara negara lalu mencari jalan lain untuk bisa mengembalikandana yayasan yang sudah diselewengkan. Yakni dengan mengajukan gugatan perdata ke­pada Soeharto dan Yayasan Supersemar.

Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Kejagung. PNJaksel pada putusannya menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada neg­ara sebesar 105 juta dolar Amerika dan Rp 46 miliar. Putusan ini di­kuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.

Yayasan lalu kasasi ke Mahkamah Agung. Majelis kasasi menghukum Yayasan Supersemar membayar kepada negara yaitu 75 persen x 420 juta dolar Amerika atau sama dengan 315 juta dolar Amerika dan 75 persen x Rp 185.918.048.904,75 atau sama dengan Rp 139.438.538.678,56.

Namun saat dilansir men­jadi putusan, amar putusan kasasi itu salah ketik. Panitera yang mencatat putusan majelis kasasi seharusnya menulis ke­wajiban Yayasan Supersemar mengembalikan uang negara Rp 185.918.048.904,75, tetapi tertulis Rp 185.918.904,75.

Preseden salah ketik itu mem­buat geger karena putusan tidak dapat dieksekusi. Kegagalan eksekusi tersebut membuat jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013.

Vonis PK yang diketuk pada 8 Juli 2015 menyatakan yayasan harus mengembalikan dana kepada negara sebesar 315 juta dolar Amerika dan Rp 185 miliar.

Dalam putusan PK disebutkan Yayasan Supersemar mengu­curkan dana ke Bank Duta (kini Bank Danamon) hingga men­capai 420 juta dolar Amerika pada 1990.

Lalu mengalir ke PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti Rp 150 miliar. PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebanyak Rp 12,744 miliar, dan Kosgoro sebesar Rp 10 miliar. 

(sumber - PN) 

Terpidana Korupsi Cirus Sinaga Muncul di Taman Nasional Tesso Nilo, Pelalawan

Cirus Sinaga
Terpidana lima tahun penjara dalam kasus korupsi yang diketahui terlibat main mata dengan tersangka korupsi pajak, Gayus Tambunan, tahun 2012 lalu, Cirus Sinaga pada Senin (28/12/15), terlihat di Pelalawan, Riau, sedang mengarap tanah dalam Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).


Hal ini diungkapkan oleh salah seorang warga Bukit Kusuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Riau, Dimas, terdengar kabar Cirus membeli lahan TNTN untuk kebun seluas 700 hektar senilai 8 M.

Dimas mengatakan dia melihat Cirus Sinaga dengan berpakaian seperti petani mengawal alat berat Jenis Exkapator di daerahnya sudah beberap hari, pada bulan lalu dia juga melihat Mantan jaksa ini di lokasi kebun dalam Kawasan TNTN itu.

Cirus S (Baju Putih Celana Pendek Biru)
Dikatakan Dimas yang menjadi tanda tanya apakah Cirus Sinaga yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat, sudah selesai mejalani hukumanya, atau memang ada izin dari lembaga untuk bepergian keluar tahanan.

"Saya lihat pak Cirus berpakaian seperti petani sedang mengawasi alat berat mengarap lahan dalam Taman nasional Tesso Nilo," Tukasnya.

Cirus diketahui terlibat main mata dengan tersangka korupsi pajak, Gayus Tambunan. Dia terseret ke pengadilan karena diduga merekayasa berkas perkara Gayus dalam kasus penanganan pajak PT Surya Alam Tunggal yang disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang awal 2010 lalu.

Cirus dinilai terbukti menghalang-halangi penyidikan karena menambah secara sepihak pasal yang menjerat Gayus. Oleh penyidik Polri, Gayus disangkakan pasal korupsi dan pencucian uang. Namun, oleh Cirus, tersangka Gayus juga dijerat pasal penggelapan. Hal itu diduga dilakukan agar kasus Gayus bisa ditangani Bagian Pidana Umum, posnya saat itu.

Pada 27 Juni 2012 lalu, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi jaksa Cirus Sinaga. Cirus pun menjadi terpidana atas kasus merekayasa dakwaan kasus Gayus Tambunan. Dia pun harus mendekam selama lima tahun di balik jeruji besi dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan. Atas ditolaknya kasasi ini, maka hukuman Cirus kini sudah berkekuatan pasti dan tetap.

Beberapa waktu lalu, Cirus Sinaga dikomfirmasi melalui teleponya mengaku memang sedang mengarap lahan di desa Bukit Kusuma, Pelalawan.
 

Istri Cawabup Terpilih Kab. Gowa Diduga Intervensi KaDis untuk Berhentikan Puluhan Honorer Parangloe

Gowa,- Puluhan honorer baik guru maupun perawat puskesmas di Kecamatan Parangloe, Gowa, diberhentikan secara tiba-tiba.

Pemberhentian tersebut terjadi setelah keluarnya hasil rekapitulasi suara pilkada Gowa yang memenangkan paslon Adnan Purichta IYL dan Abdul Rauf Mallagani oleh KPUD Gowa.

Salah satu honorer yang diwawancarai tribun, membenarkan jika telah terjadi pemberhentian besar-besaran bagi honorer di dataran tinggi tersebut.

"Saya juga tidak tahu kenapa. Tapi saya hanya disampaikan sama bos ku. Katanya istirahat ma ki dulu. Tidak ada juga surat pemberhentian. Kalau seperti itu penyampaiannya sama mi diberhentikan, " kata sumber tersebut yang menolak namanya dimasukkan, Minggu (27/12/2015).

Sumber itu pun juga mengakui jika bukan hanya dirinya yang menjadi korban pemberhentian mendadak.

"Hampir semua. Pokoknya Parangloe hancur. Rata semua. Saya sempat tanyakan alasannya, tapi bos ku bilang kalau itu juga perintah dari atas. Dia hanya suruh saya mengerti saja kondisi saat ini. Dan saya mengerti ji juga kalau terkait pilkada kemarin. Mau di apami. Kita terima mamo. Karena begitu ji memang kalau beda pilihan," ujarnya.

Haeruddin salah satu keluarga yang di keluarkan sebagai honorer di puskesmas Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa mengaku dikeluarkannya adiknya ada hubungan dengan dukungan pilkada Gowa kemarin.

"Adik saya di keluarkan sebagai honorer bukan karena kinerjanya tetapi alasan tidak mendukung Abdul Rauf Mallagani," ungkap Haeruddin.

Lembaga Perlindungan Hak-Hak Sipil (LPHS) Sulawesi Selatan ,menyesalkan sikap istri calon bupati Gowa yang telah mengintervensi pejabat Dinas Kesehatan dan Pendidikan untuk memberhentikan puluhan tenaga honorer di Kecamatan Parangloe.

Ketua LPHS Sul-Sel ,Humaerah Badrun,menyesalkan tindakan mengintervensi pejabat untuk memberhentikan honorer tersebut. Padahal belum ada penetapan dan pelantikan.

"Apa yang dilakukan istri wakil bupati itu adalah bentuk dan sikap yang tidak terpuji apalagi belum juga dilantik, " katanya.
 

Kejari Mataram Tahan Kepala Sekolah dan Bendahara Tersangka Korupsi Dana BOS

Mataram,- Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin, menahan dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Dasar Negeri 50 Cakranegara, Kota Mataram.
 
Kedua tersangka adalah mantan kepala sekolah dan bendahara SDN 50 Cakranegara, berinisial S dan HJ. Jaksa melakukan penahanan kedua tersangka, setelah kasusnya dinyatakan layak masuk tahap II, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti.
 
"Keduanya sudah ditahan, sekarang tinggal menunggu pemberkasan jaksa untuk dilimpahkan ke pengadilan," kata Kajari Mataram Rodiansyah di Mataram, Senin (28/12).
 
Tahap II kedua tersangka, berlangsung pada Senin (28/12) pagi, sekitar pukul 10.00 Wita. Kemudian, sekitar pukul 11.30 Wita, keduanya digiring menuju Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram, untuk menjalani massa penahanan hingga 20 hari mendatang.
 
"Mereka sudah dititipkan di Lapas Mataram, tinggal menunggu sidang di Pengadilan Negeri Mataram," ujarnya.
 
Diketahui, dalam kasus tersebut kedua tersangka ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menyelewengkan dana BOS SDN 50 Cakranegara. Berdasarkan hasil audit investigasi BPKP Perwakilan NTB, ditemukan kerugian negara sebesar RP300 juta.
 
Kasusnya mulai terbongkar setelah tim penyidik Kepolisian Resor Mataram, menerima laporan dari pihak sekolah. Menindaklanjutinya, penyidik kemudian melakukan penyelidikan dan memeriksa sejumlah dokumen keuangan dalam penggunaan dana BOS.
 
Dari hasil penyelidikan, kemudian pihak kepolisian menemukan adanya indikasi pidana, yakni penggunaan dana BOS tersebut tidak pada peruntukkannya. Sehingga, kasusnya masuk ke tahap penyidikan.
 
Dalam tahap penyidikan, pihak kepolisian telah memeriksa 40 lebih saksi, yang sebagian besar berasal dari guru maupun komite sekolah dari SDN 50 Cakranegara, termasuk pihak ketiga atau rekanan tempat pencairan anggarannya.
 
Pihak ketiga, dalam hal ini pemilik toko tempat sekolah membeli sejumlah barang berupa dua unit komputer yang diduga di beli menggunakan dana BOS.
 
Terkait hal itu, dalam berkas perkara kedua tersangka, penyidik telah menyertakan alat bukti berupa dua unit komputer serta nota hasil transaksi yang diduga tidak tepat dalam penggunaannya.
 

Kapolri : "Benny Wenda Dalang Penyerbuan Polsek Sinak, Papua"

Benny Wenda - (bennywenda.org)
Jakarta,-- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan kelompok Benny Wenda berada di balik penyerangan Polsek Sinak di Kabupaten Puncak, Papua, yang menewaskan tiga polisi. Kelompok itu pula, kata Badrodin, yang menembak pesawat rombongan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw saat hendak mendarat di Sinak kemarin.

“Saat Kapolda akan melakukan evakuasi terhadap korban yang meninggal, dilakukan penembakan. Itu masih dilakukan oleh kelompok yang sama, yakni kelompoknya Benny Wenda,” kata Badrodin.

Polri menuding Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka sebagai dalang di balik peristiwa tersebut. “Ada indikasi penyerangan itu dilakukan oleh kelompok TPN,” ujar Wakapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Benny Wenda, tokoh penggerak referendum kemerdekaan Papua sekaligus Kepala Perwakilan Organisasi Papua Merdeka pada kantor perwakilan OPM di London, Inggris, kini menjadi tertuduh.

Penggerak referendum Papua

Penyerangan sekelompok orang bersenjata terhadap Markas Polsek Sinak Papua hanya satu dari pelbagai kekerasan yang tak kunjung usai di provinsi paling timur Indonesia itu.

Peristiwa itu bagian dari gejolak keamanan sejak pemerintah Republik Indonesia merangkul Papua Barat melalui Penentuan Pendapat Rakyat pada tahun 1969.

Papua –dan Aceh– menghendaki referendum setelah pemerintah RI mengizinkan rakyat Timor Timur menghelat referendum pada 1999.

Kala itu Benny merupakan pemimpin Dewan Musyarawah Masyarakat Koteka. Lembaga tersebut menunjang kinerja Dewan Presidium Papua (PDP) dalam bernegosiasi dengan pemerintah pusat tentang aspirasi rakyat Papua.

Periode 1999 hingga 2001 merupakan bulan madu antara warga Papua dengan pemerintah RI yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Presiden keempat itu mengizinkan pengibaran Bendera Bintang Kejora, pelaksanaan Kongres Papua yang melahirkan PDP, serta penggunaan kembali istilah Papua untuk menghapus nama Irian Jaya.

Selanjutnya pergantian rezim mengubah peta dialog antara pemerintah pusat dan Papua. Ketua PDP Theys Hiyo Eluay tewas pada November 2001. Penyidikan Kepolisian Daerah Papua serta keputusan pengadilan militer menunjuk anggota Komando Pasukan Khusus sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atas pembunuhan Theys.

Juni 2002, Kepolisian akhirnya menangkap Benny. Ia dituduh menyerang kantor polisi dan membakar dua toko di Abepura, Papua, pada 7 Desember 2000. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat mencatat, seorang polisi tewas dan tiga orang lainnya mengalami luka akibat peristiwa yang kini disebut sebagai pemicu Peristiwa Abepura.

Kejadian yang kemudian disidangkan di pengadilan hak asasi manusia berat itu membebaskan dua perwira tinggi Polri dari seluruh dakwaan. Di sisi lain, Benny menghadapi ancaman pidana penjara selama 25 tahun.

Jadi eksil di Inggris

Satu bulan setelah persidangan pertamanya, Oktober 2002, Benny melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura. Ia menyelundupkan diri ke perbatasan Papua dan Papua Nugini sebelum akhirnya terbang ke Inggris dan mendapatkan suaka dari pemerintah setempat.

“Saya sebenarnya tidak ingin melarikan diri ketika itu, tapi saya tidak bersalah. Saya membela masyarakat saya. Pemerintah Indonesia tiga kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap saya di penjara,” ujar Benny pada forum TEDx di Sydney, Australia, Mei 2003.

Saat menjadi pembicara pada forum yang digagas lembaga nirlaba internasional itu, Benny menuturkan keputusan melarikan diri dia ambil di menit-menit terakhir.

“Saya berpikir, jika saya tetap di tempat itu, saya akan terbunuh. Salah satu pemimpin pergerakan, Theys Elluay, dibunuh Kopassus tahun 2001. Setahun kemudian, saya menjadi target mereka karena saya adalah salah satu penggagas gerakan,” ucapnya.

Kini Benny hidup di Inggris bersama istri dan anak-anaknya. Ia berkeliling dunia mengampanyekan referendum bagi masyarakat Papua.

Dalam usahanya, Benny didampingi Jennifer Robinson, seorang advokat yang bergiat pada isu hak asasi manusia. Jennifer dikenal atas advokasinya terhadap Julian Assange pada kasus WikiLeaks.

Di Indonesia, Polri memasukkan nama Benny pada Daftar Pencarian Orang. Ia menjadi buron. Benny, menurut Badan Intelijen Negara, sesungguhnya tidak memiliki dukungan kuat di dunia internasional.

“Mereka (kelompok yang dipimpin Benny) bersinergi dengan LSM-LSM yang memang mendukung kelompok-kelompok separatis di manapun juga," kata Marciano Norman saat masih menjabat sebagai Kepala BIN.

Apapun, di tengah sorotan Kepolisian dan badan telik sandi terhadapnya, Benny belum berhenti menuntut kemerdekaan Papua.

September 2014, Benny berada di Glasgow,  menyaksikan warga Skotlandia menjalankan pemungutan suara untuk menentukan masa depan negara mereka, tetap bergabung dengan Kerajaan Inggris atau memerdekakan diri.

Sebagaimana terekam pada video berjudul Benny Wenda from West Papua on Scottish Independence yang diunggah akun IndependenceLive ke situs Youtube, Benny sempat berpidato dan menyanyikan sebuah lagu di Glasgow kala itu.

“Hari ini saya menyaksikan penentuan nasib sendiri oleh masyarakat Skotlandia. Suatu saat, Anda juga akan menyaksikan referendum bagi masyarakat Papua Barat,” kata Benny, yakin. 


Monday, December 28, 2015

Kronologi Penyerangan Polsek Sinak - Papua yang Menewaskan Tiga Polisi

Briptu Ridho, Bripda Arman dan Bripda Ilham, Tiga anggota Polsek Sinak yang gugur dalam serangan kelompok OTK - (Lensa Indonesia)
PAPUA,-- Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Patrige Renearin, membenarkan adanya peristiwa penyerangan kelompok orang tak dikenal (OTK) terhadap Polsek Sinak sehingga mengakibatkan tiga anggota setempat gugur serta dua lainnya mengalami luka tembak.

Menurutnya, saat serangan kelompok OTK itu terjadi, anggota Polsek Sinak sedang menonton TV di ruang penjagaan. “Tiba-tiba sekitar 15 orang masuk dari pintu belakang dan langsung menyerang anggota,” terang Kombes Pol Patrige Renearin, Senin (28/12/2015).

Dia menjelaskan, aksi penyerangan kelompok OTK itu diawali dengan tembakan dari Honai di belakang Polsek Sinak. Tak lama, seorang warga berinisial DK yang selama ini bekerjasama dengan Kepolisian, membuka pintu belakang sehingga kelompok OTK pelaku penyerangan dengan mudah masuk ke Mapolsek. 

“DK sudah 4 tahun menjadi pembantu di Polsek Sinak. Dari analisis kami, DK sudah kerjasama dengan kelompok tersebut. Jadi tembakan pertama dari Honai hanya kode,” jelas Kombes Pol Patrige Renearin.

Akibat serangan kelompok OTK yang mendadak itu, tiga anggota Polsek Sinak gugur sedangkan 2 lainnya mengalami luka tembak. Mereka yang selamat berhasil diamankan anggota Yonif 751/R dan Koramil Sinak yang datang memberikan bantuan ke lokasi. Jarak antara Koramil dan Polsek sekitar 100-150 meter dan pos Yonif 751 yang berada di pasar berjarak 300-500 meter dari Polsek.

“Tiga anggota yang meninggal atas nama Briptu Ridho, Bripda Arman dan Bripda Ilham. Sedangkan dua anggota yang mengalami luka tembak adalah Briptu Suma, Bripda Rian,” pungkas Kombes Pol Patrige Renearin.

Seperti sebelumnya, kelompok orang tak dikenal (OTK) menyerang Polsek Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, Minggu (27/12/2015) semalam dan berhasil menewaskan tiga polisi.

Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw, Senin (28/12/2015) pagi, mengatakan penyerangan yang dilakukan OTK itu terjadi sekitar pukul 20.45 WIT. Tiga anggota Polsek Sinak gugur di lokasi kejadian sedangkan dua lainnya mengalami luka tembak.

Irjen Pol Paulus Waterpauw menambahkan, anggota polisi yang bertugas di Polsek Sinak cuma berjumlah delapan orang saat serangkan kelompok OTK itu terjadi. “Para korban yang selamat maupun yang meninggal kini berada di Koramil Sinak yang berjarak sekitar 100-150 meter dari Polsek Sinak,” ujar Kapolda Papua.

Selain melakukan penyerangan, kelompok OTK tersebut juga mengambil 7 pucuk senjata api berbagai jenis beserta amunisi dari Polsek Sinak. “Kami saat ini menuju Polsek Sinak untuk melihat langsung situasinya,” pungkas Kapolda Papua Irjen Pol Waterpauw.

Anggota Polres Dumai Tembak Sang Istri ketika Dipergoki Selingkuh bersama Oknum Jaksa

DUMAI,- Aksi tidak terpuji dengan menembak sang istri oleh Oknum anggota Polri kembali terulang, kali ini peristiwa tersebut dilakukan oleh anggota Polres Dumai berinisial Z berpangkat Brigadir,Senin (7/12/2015) siang. Sang istri harus mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Bhayangkara Polres Dumai setelah memergoki sang suami berselingkuh dengan oknum jaksa.

Kapolres Dumai AKBP Suwoyo SIK MSI saat dikonfirmasi melalui celullernya, Kamis (17/12/2015) siang membenarkan atas peristiwa tersebut dan mengatakan bahwa sang anggota tengah menjalani proses yang telah ada. Sedangkan sang istri kini telah berangsur membaik setelah satu peluru Air Soft gun bersarang diperutnya.

" Kejadiannya memang benar dan kita telah memproses anggota yang bersangkutan, dan kita juga telah berkordinasi dengan pihak Kejaksaan Tinggi Riau atas kasus tersebut," jawab Kapolres.

Informasi yang diperoleh, penembakan oleh sang aparat ini bermula ketika sang istri berinisial AZ mendatangi Polres Dumai karena mengetahui jika sang suami tengah berada disalah satu kamar kos-kosan yang berada di jalan Sidorejo Kecamatan Dumai Selatan. Bersama anggota Opsnal Polres sekitar pukul 13.00 WIB akhirnya kamar kos yang dimaksud langsung digeledah. Ternyata benar, sang suami bersama Oknum Jaksa yang diketahui berinisial V tengah berada dikamar.

Mirisnya, perempuan yang bukan istri sah aparat Kepolisian ini dipergoki tengah menggunakan baju dinas didalam kamar. Sang istri yang tidak terima langsung emosi dan sempat terjadi keributan dilokasi. Disaat ribut tersebutlah oknum anggota Polri ini emosi dan menembak perut sang istri.

(sumber - PN)

5 Pasangan Suami Istri Tersangka Korupsi

Gatot - Evy
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, sebagai tersangka kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Terbongkarnya kasus ini menambah catatan pasangan suami istri (pasutri) yang kompak bersama-sama melakukan korupsi.

Sebelumnya, lembaga antitrasuah telah menguak enam kasus korupsi yang dilakukan oleh pasutri. Pola yang sama terjadi dalam kasus lima pasutri. Sang suami terjerat kasus dan sang istri turut membantu memuluskan perkara kasusnya melalui korupsi. Sementara itu, dalam satu kasus lainnya, pasutri sama-sama korupsi dalam kasus yang berbeda

Berikut detil kasus yang berhasil dibongkar KPK:

Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho dan Evy Susanti

Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini beserta istrinya disangka menyuap tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Ketiga hakim tersebut adalah Tripeni Iryanto, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting. Sementara sang panitera bernama Syamsir Yusfan. Suap dilakukan melalui kuasa hukumnya, OC Kaligis dan M Yagari Bastara.

Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji kepada awak media mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah lembaga antirasuah menghelat ekspose atau gelar perkara yang dihadiri penyidik, penyelidik, tim jaksa, dan pimpinan. Gelar perkara dilakukan dengan membeberkan keterangan dari sejumlah saksi yang diperiksa dan keterangan pasutri ini saat pemeriksaan selama 14 jam, Senin (27/7).

Pemeriksaan yang rampung Senin malam itu, diakui Gatot kepada wartawan, merupakan pemeriksaan kedua kalinya sebagai saksi dan kasus perkara dugaan suap pengacara M Yagari Bhastara alias Geri dan tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, serta satu satu panitera.

Sementara itu, Evy membenarkan bahwa dirinya dicecar pertanyaan seputar uang yang diduga diberikan kepada pengacara senior Otto Cornelis (OC) Kaligis, bos Geri, untuk disampaikan ke hakim PTUN.

Di PTUN, Gatot melalui anak buahnya Achmad Fuad Lubis selaku Kabiro Keuangan Pemprov Sumatera Utara tengah mengajukan gugatan terkait penyelidikan korupsi dana bantuan sosial pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dilakukan Kejaksaan. Gatot tak terima dirinya dan jajarannya bolak-balik diperiksa aparat penegak hukum sebab ia tak merasa bersalah.

Sidang itu telah usai dengan kemenangan di pihak pemerintah Sumut. Dalam persidangan itu, Kaligis ditunjuk sebagai kuasa hukum pihak pemerintah. Namun rupanya, dalam gugatan tersebut, KPK mengendus transaksi suap-menyuap.

Transaksi tak hanya dilakukan sekali namun berkali-kali. Sayangnya, pada transaksi Kamis lalu (9/7) di kantor PTUN Medan, komisi antirasuah berhasil menggagalkannya. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK langsung mencokok lima orang. Penyidik juga berhasil menyita duit US$ 15 ribu dan Sin$ 5 ribu di ruang kerja hakim.

Wali Kota Palembang Romi Herton dan Masyitoh
 
Romy - Masyitoh
Wali Kota Nonaktif Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyitoh, tengah mendekami di bui akibat suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi.

Majelis hakim PT DKI Jakarta melalui putusan banding memperberat hukuman Romi menjadi tujuh tahun penjara dan Masyitoh selama lima tahun bui. Putusan dibacakan pada Kamis (18/6). Selain itu, keduanya juga dihukum tak dapat memilih dan dipilih dalam pemilihan umum selama lima tahun.

Sebelumnya dalam putusan pengadilan tingkat pertama, Romi divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta. Sementara itu, istrinya, Masyitoh, dihukum empat tahun bui. Mereka juga didenda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.

 Dalam pertimbangan hakim, keduanya terbukti menyuap mantan Ketua  MK Akil Mochtar senilai Rp 11,3 miliar dan US$ 316 ribu melalui perantaranya, Muhtar Efendy. Keduanya berhasil terpengaruh Muhtar yang menawarkan jasanya untuk mengurus sengketa pilkada di MK. Muhtar mengaku kepada mereka bahwa dirinya mengenal dekat Akil Mochtar dengan menunjukkan foto-foto bersama.

Sebelumnya, Romi gagal menyabet jabatan Wali Kota Palembang saat Pilkada 2013 silam. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palembang menetapkan dirinya kalah delapan suara dari rivalnya, Sarimuda dan Nelly. Merasa dicurangi, ia mengajukan gugatan. Pasangan suami istri tersebut terpengaruh bujukan Muhtar untuk menyuap Akil.

Pada 20 Mei 2013, Akil melalui putusan MK menetapkan Romi memenangkan pemilu dengan perolehan suara sebanyak 316.919 suara. Setelah putusan, Romi dan Masyitoh menyerahkan duit sebanyak Rp 2,75 miliar.

Atas tindak pidana tersebut, duo suami dan istri tersebut didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan Suzanna Budi Antoni
 
Budi - Suzanna
Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzannna Budi Antoni, ditetapkan sebagai tersangka kasus suap sengketa Pilkada di MK. Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo menjelaskan, kasus ini merupakan pengembangan penyidikan dari kasus yang menjerat Akil Mochtar.

Dalam putusan kasasi Akil, Budi dan Suzanna terbukti menyuap senilai Rp 10 miliar dan US$ 500 ribu. Keduanya pun diduga melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, keduanya disangka telah memberikan keterangan palsu saat bersaksi untuk Akil di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Mereka dijerat pasal 22 juncto pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Merujuk risalah sidang sengketa Nomor: 71/PHPU.D-XI/2013 pada tanggal 31 Juli 2013, majelis hakim MK membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang yang memenangkan Joncik Muhammad dan Ali Halimi. Majelis hakim yang diketuai Akil Mochtar ini memutuskan pemenang yang sah adalah Budi Antoni Aljufri dan Syahril Hanafiah.

MK memutuskan Budi Antoni dan Syahril meraup 63.027 suara sah. Sementara Joncik dan Ali hanya mengantongi 62.051 suara. Pasangan lainnya, Syamsul Bahri dan Ahmad Fahruruzam sebanyak 3.456 suaraomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzannna Budi Antoni, sebagai tersangka kasus suap sengketa Pilkada di MK. 


Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni
Nazaruddin - Neneng
KPK menangkap sekaligus menahan mantan kader Partai Demokrat, Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni. Keduanya kini sudah divonis dalam kasus yang berbeda. Nazaruddin untuk kasus Wisma Atlet serta cuci duit. Sedangkan Neneng dalam kasus Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Nazruddin kini mendekam di bui lantaran mantan anggota DPR tersebut menerima suap senilai Rp 4,6 miliar dari perusahaan pemenang lelang proyek Wisma Atlet, PT Duta Graha Indah.  Nazaruddin terbukti telah mengintervensi proses pemenangan perusahaan tersebut.

Para penyidik KPK saat ini juga terus memeriksa kemungkinan pencucian uang hasil korupsi pada proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga tersebut untuk pembelian saham PT Garuda Indonesia senilai Rp 300,85 miliar oleh lima anak perusahaan Grup Permai yang dipimpin Nazaruddin pada 2010.

Istri Nazaruddin, Neneng divonis enam tahun penjara oleh pengadilan negeri karena terbukti mempengaruhi proses pemenangan perusahaan dalam proses lelang proyek. Neneng dijerat pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bupati Karawang Ade Swara dan Nurlatifah
Ade Swara - Nurlatifah
Bupati Karawang Ade Swara beserta istrinya, Nurlatifah, divonis maisng-masing enam dan lima tahun penjara karena terbukti memeras PT Tatar Kertabumi, Karawang dalam pengurusan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan. Pasangan suamis istri tersebut diduga memeras PT Tatar Kertabumi sebanyak Rp 5 Miliar.

Selain pemerasan, pasangan suami-istri itu juga terjerat dugaan tindak pidana pencucian uang. Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan, keduanya juga telah menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi.
Tindakan tersebut dilakukan oleh Ade dan Nurlatifah untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Keduanya dijerat pasal 12 e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Untuk dugaan pidana pencucian uang, mereka disangka melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c UU Nomor 15 tahun 2002 tentang TPPU yang diubah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 Juncto Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.



Sunday, December 27, 2015

Diduga Gunakan Narkoba, Anggota Korem 043 Garuda Hitam Dipecat

Korem 043 Garuda Hitam menggelar upacara pemecatan terhadap anggotanya di Markas Korem 043 Garuda Hitam, Senin (28/12/2015) pagi. (sumber: Tribun Lampung)
BANDAR LAMPUNG - Korem 043 Garuda Hitam menggelar upacara pemecatan terhadap anggotanya di Markas Korem 043 Garuda Hitam, Senin (28/12/2015) pagi.

Upacara pemecatan dipimpin langsung Komandan Korem 043 Garuda Hitam Kolonel Inf Joko Putranto.
Anggota yang dipecat adalah Prajurit Kepala (Praka) Nazarudin.

Nazarudin merupakan anggota Korem 043 Garuda Hitam. Nazarudin dipecat karena terlibat narkoba dan desersi.

"Tidak ada ampun bagi prajurit yang narkoba. Sanksinya dipecat," ujar Joko.

Pada upacara pemecatan ini, Joko melepas baju dinas Nazarudin diganti baju batik.
Joko mengatakan, Nazarudin sejauh ini diduga sebagai pengguna narkoba.  Ini diketahui dari hasil tes urine yang digelar beberapa waktu lalu.

Korupsi, Kasubag Kantor LPPKS Indonesia diVonis 1 Tahun 2 Bulan Penjara

Gentur Sulistyo (Baju Putih)
SEMARANG, – Kasubag Kantor Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) Indonesia Gentur Sulistyo menyatakan menerima putusan 1 tahun 2 bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang.

Ketua majelis hakim Ari Widodo menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan asrama lima lantai dan gedung serba guna kantor LPPKS di Karanganyar.

“Mengadili terdakwa menjatuhkan hukuman 1 tahun 2 bulan penjara serta denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan,” kata hakim Ari Widodo, baru-baru ini.

Terdakwa yang terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 itu juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara.

Dalam amar putusannya, hakim menjatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 623,4 juta. Namun terdakwa telah menitipkan uang kepada penyidik sebesar Rp 623,4 juta sehingga akan diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian negara.

Dalam pertimbangannya, majelis juga berpendapat yang sama dengan penuntut umum bahwa dakwaan soal pencucian uang sama sekali tidak terbukti. Sebelumnya, jaksa penuntut juga menuntut 14 bulan penjara terhadap terdakwa.

Atas putusan itu baik terdakwa maupun penuntut umum juga menerima putusan tersebut. “Kami menyatakan menerima Yang Mulia,” ujar Gentur.

Kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan asrama lima lantai di Karanganyar itu memiliki pagu anggaran sebesar Rp 16 miliar. Terdakwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 623,4 juta. 
 
Hal ini karena meski pekerjaan belum selesai 100% tapi sudah memerintahkan proses pembayaran kepada rekanan.
 

DPR RI : " Kalau Tanpa Aturan Pungutan Dana Ketahanan Energi Sama Dengan PUNGLI"

Jakarta, -- Komisi VII DPR nampaknya belum setuju adanya pungutan biaya untuk Dana Ketahanan Energi (DKE). Pasalnya belum ada aturan yang membawahi pengambilan biaya tambahan dari harga baru BBM bersubsidi jenis Premium dan Solar.

"Kalau tanpa aturan itu sama saja pungli (pungutan liar)," ujar Anggota Komisi VII Hari Purnomo, Minggu (27/12/2015).

Hari menjelaskan selama belum ada aturan baru tersebut, biaya untuk Dana Ketahanan Energi ilegal diberlakukan. Pelaksana tugas di lapangan, menurut Hari sebaiknya jangan melaksanakan hal tersebut terlebih dahulu tanpa ada aturan yang jelas.

"Menurut saya aturannya harus dibuat dulu, tidak bisa asal pungut," ungkap Hari.

Komisi VII DPR, kata Hari, mengaku keberatan dengan biaya tambahan yang dimasukan ke dalam harga BBM jenis Premium dan Solar saat ini. Rencananya usai reses pihak DPR akan memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membahas perihal Dana Ketahanan Energi.

"DPR secara resmi nanti akan membahas dengan Kementerian ESDM," kata Hari.

Sebelumnya, Menteri ESDM, Sudirman Said mengumumkan adanya pungutan dana untuk ketahanan energi pada penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar.

Harga awal Premium Rp 7.300 turun menjadi Rp 6.950/liter, namun karena ada pungutan dana ketahanan energi Rp 200/liter, maka harga Premium menjadi Rp 7.150/liter.

Sedangkan untuk harga solar dari Rp 6.700 menjadi Rp 5.650/liter, dari angka tersebut sudah termasuk subsidi Rp 1.000/liter, kemudian ditambah dana ketahanan energi Rp 300/liter sehingga menjadi Rp 5.950/liter.

18 Polisi Tewas , 74 Luka-Luka di Tahun 2015 (TNI 10 Tewas, 12 Luka)

JAKARTA - Sepanjang 2015 jumlah polisi tewas di seluruh Indonesia ada sebanyak 18 orang dan 74 luka-luka.

Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), mengatakan sejumlah polisi yang tewas itu merupakan korban pengeroyokan, ditembak begal, ditabrak, ditusuk, bentrokan sesama polisi, bentrok dengan TNI, korban bunuh diri, dan lain-lain.

"Sedangkan jumlah anggota TNI yang tewas di tahun 2015 ada 10 orang dan 12 luka," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (27/12/2015).

IPW mencatat, jumlah polisi yang tewas ini menurun jika dibanding tahun sebelumnya. Tahun lalu jumlah polisi tewas mencapai 41 orang dan luka 42.

Tapi tahun ini angka penyebab kematian terbesar polisi adalah akibat bunuh diri sebanyak 7 orang, ditembak 4 orang, kecelakaan 3 orang, ditikam 1 orang, dan lain lain 3 orang.

Masih tingginya angka kematian polisi saat menjalankan tugas ini perlu dicermati. Trennya mulai meningkat sejak 5 tahun terakhir. Yang paling memprihatinkan adalah tren kematian polisi akibat bunuh diri dan ditembak rekannya sendiri.

Kasus ini menunjukkan bahwa psikologi sebagian anggota Polri sangat labil dan tidak mampu menahan emosi.

IPW berharap pada 2016, jajaran Polri bisa lebih mawas diri, terlatih, peka, tidak emosional dan arogan, sehingga angka kematian polisi saat bertugas bisa semakin menurun.

"Yang lebih penting, di 2016 diharapkan tidak ada lagi sesama polisi saling serang atau polisi tembak polisi."

Bone-Bone, Kab. Enrekang - Sulsel, Desa Bebas Asap Rokok Pertama di Dunia

BONE-BONE -- Kawasan tanpa rokok (KTR) sering kita jumpai di beberapa tempat di kota besar, terutama kota yang memiliki banyak ruang-ruang publik.

KTR merupakan bagian dari program tata ruang yang bertujuan untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan melalui polusi udara.

Tapi bagaimana kalau kita jumpai di wilayah pedesaan, bahkan seluruh wilayahnya bebas asap rokok... ?

Desa yang menerapkan kawasan bebas asap rokok yaitu Desa Bone-Bone, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

Desa ini berada diketinggian 1500 mdpl, tepatnya di bawah kaki gunung latimojong.

Sejak Tahun 2000, desa ini dinyatakan sebagai desa pertama di dunia yang bebas dari asap rokok.
Nuansa antirokok sangat terasa saat memasuki desa ini.

Baliho besar tepat di gerbang masuk Desa Bone-Bone terpasang tanda larangan merokok.
Sejumlah imbauan untuk menjaga kesehatan dan papan berisi larangan merokok juga menghiasi sudut-sudut desa.

Peraturan Larangan merokok ini juga berlaku bagi setiap tamu yang datang berkunjung ke Desa Bone-Bone.

Apabila ada yang kedapatan melanggar aturan, diberikan sanksi kerja sosial, antara lain membersihkan rumah ibadah (masjid), sekolah, membersihkan lingkungan desa seperti irigasi, lapangan dan lainnya.

Inovasi bebas asap rokok ini bisa menjadi contoh yang baik bagi desa-desa lain, bahkan kota-kota besar di Indonesia.

Saturday, December 26, 2015

Kodim Tanjung Redep Gagalkan Transaksi Sabu Seberat 1 Kilogram




 
Balikpapan -  Komando Distrik Militer (Kodim) Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menggagalkan transaksi narkoba jenis sabu-sabu seberat 1 kilogram. Transaksi narkoba dilakukan di perbatasan Kabupaten Berau dan Bulungan yang memisahkan antara provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

“Lokasi penangkapan dini hari pukul 03.30 Wita di sekitar kilometer 57 yang jadi perbatasan Berau dan Bulungan,” kata Kepala Penerangan Kodam Mulawarman, Kolonel Andi Gunawan, Ahad, 27 Desember 2015.

Dalam kejadian itu, personil TNI berhasil membekuk dua orang pelaku yakni Mannur dan Muhammad Yasir yang merupakan warga Bulungan. Dari keduanya disita barang bukti narkoba jenis sabu seberat 1 kilogram. “Oleh pelaku narkoba ini disembunyikan di sekitar lokasi penangkapan,” kata dia.

Andi mengatakan pengungkapan transaksi narkoba ini atas laporan dari warga kepada personil Babinsa Tanjung Batu, Serda David Ulo. Transaksi sengaja dilakukan diperbatasan provinsi guna mengelabui lacakan petugas.

“Pasi Inteldim Tanjung Redeb Lettu Inf Haeruddin Halwin bersama anggotanya mendapati dua orang di lokasi mencurigakan dan ditemukan ada narkoba,” ungkapnya. Hingga kini para pelaku masih diperiksa di Markas Kodim Tanjung Redeb. Nantinya penanganan perkara kasus ini segera dilimpahkan pada kepolisian.

Oknum Polisi di Jambi Tertangkap Nyabu



JAMBI -- Seorang oknum anggota kepolisian di Jambi ditangkap oleh pihak berwajib setempat saat mengonsumsi narkotika jenis sabu bersama teman.

Oknum yang ditangkap tersebut adalah Bertayuda Gilang (26) yang kini dalam proses pemeriksaan intensif oleh anggota Polres Tanjung Jabung Barat, kata Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Kuswahyudi Tresnadi SH SIK, Sabtu (26/12).

Oknum polisi bernama Gilang itu ditangkap bersama temannya, Agus (34) warga Simpang Rambutan RT 12 Dusun Suban, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Keduanya kepergok saat mengonsumsi barang haram tersebut di Kantor Polsubsektor Suban yang berlokasi di Jalan Lintas Timur Jambi - Pekanbaru. "Tersangka mengonsumsi sabu ini di dalam kantor bersama temannya," kata Kuswahyudi.

Kasus ini terungkap setelah anggota Satresnarkoba Polres Tanjabar, Ipda Wahyu Jatmiko dan Brigadir Polisi, Fani Pohan sedang melaksanakan kegiatan pengamanan Operasi Lilin di Pos Simpang Rambutan.

Kemudian saat di lokasi, kedua anggota ini mendapati Gilang mengonsumsi narkoba di dalam kamar Kantor Polsubsektor ditemani oleh teman Agus.

Selanjutnya dilakukan penangkapan dan penggeledahan. Barang bukti yang diamankan adalah satu unit handphone Nokia hitam, satu alat hisap bong beserta pipet, satu buah plastik bening bekas bungkus sabu dan 1 buah pirek kaca yang terdapat sisa pakai sabu.

Kemudian tersangka langsung digelandang ke Mapolres Tanjab Barat untuk diperiksa dan kasusnya saat ini masih dalam pengembangan.


Thursday, December 24, 2015

Direktur Tambang Pasir Ilegal Lumajang Ditahan Kejati Jatim

Lam Cong Sam (sumber : metrotvnews)
Surabaya: Direktur PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS) Lam Cong Sam ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Pria asal Tiongkok itu ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tambang pasir di Desa Bedes, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Lam Cong Sam diperiksa sebagai tersangka sebanyak dua kali. Karena khawatir menghilangkan barang bukti, tersangka lalu ditahan. Tersangka diperiksa selama lima jam sejak pukul 11.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, Rabu, 23 Desember, dengan didampingi kuasa hukumnya Abdul Salam.

Kasi Penerangan Hukum Kejati Jatim Romy Arizyanto mengatakan tersangka dijerat Pasal 1,2,3 dan 8 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Korupsi. Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp120 miliar. Menurut Romy tersangka melakukan pelanggaran izin analisis dampak lingkungan (amdal) saat melakukan operasi pertambangan pasir di Desa Bedes di tanah seluas 1.800 hektare milik Perhutani.

"Tersangka melakukan pelanggaran izin amdal di tambang pasir sejak 2010," katanya, di Surabaya, Rabu (23/12/2015).

Dijelaskan Romy, tanah yang digunakan operasi tambang pasir tersebut milik Perhutani. Seharusnya, harus ada surat pelepasan tanah dari Perhutani pusat. Namun, surat pelepasan tanah belum keluar, izin amdal telah dikeluarkan Pemkab Situbondo.

“Untuk itu, kami juga menetapkan Abdul Ghofur selaku Sekretaris Dinas ESDM Situbondo, sebagai tersangka. Karena atas izin amdal yang dikeluarkan itulah tambang ilegal beroperasi dan menyebabkan kerugian negara, ” ujarnya.

Kasus ini telah lama diselidiki Kejati Jatim. Dua tersangka tersebut ditetapkan oleh Kejati sejak Februari 2015. Namun, penahanan baru dilakukan setelah penyidik perlu melakukan penahanan.