Jakarta,-- Yayasan Supersemar menggugat Kejaksaan Agung dan Presiden RI. Gugatan ini diajukan menjelang pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengharuskan yayasan itu mengembalikan Rp 4,4 triliun kepada negara.
Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta pada 17 Desember lalu, atau sepekan sebelum sidang aanmaning (pemanggilan) untuk eksekusi putusan MA.
Dalam situs Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan ini diregister dengan nomor perkara 783/PDT.G/2015/PN.JKT.SEL. Materi gugatan tentang perbuatan melawan hukum dengan Tergugat I Kejaksaan Agung dan Presiden RI selaku Tergugat II.
Yayasan Supersemar memberi kuasa kepada pengacara Denny Kailimang untuk menggugat Kejagung dan Presiden. Denny juga ditunjuk sebagai wakil yayasan dalam sidang aanmaning.
Hingga tadi malam, Denny belum bisa dikonfirmasi mengenai gugatan yang diajukan Yayasan Supersemar terhadap Kejagung dan Presiden.
Sebelumnya, sidang aanmaning pada 23 Desember lalu batal digelar lantaran ketidakhadiran pihak Yayasan Supersemar maupun kuasa hukumnya.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna menyebutkan sidang aanmaning batal digelar karena Denny Kailimang beralasan sedang ada kegiatan di luar kota yang tak bisa ditinggalkan.
"Sehingga memohon untuk ditunda," katanya.
Pemberitahuan itu disampaikan lewat surat. Majelis hakim PNJakarta Selatan memutuskan sidang aanmaning ditunda hingga 6 Januari 2016.
Made berharap pihak Yayasan Supersemar maupun kuasa hukum bisa hadir pada sidang mendatang, sehingga proses eksekusi bisa cepat selesai.
"Nanti kan di sidang aanmaning, dia bisa mengajukan apabila dia tidak bisa bayar 4,4 triliun, bisa ajukan permohonan aset-aset. Kalau dia mampu membayarpakai uang, tidak perlu ada sita aset," tandas Made.
Made menambahkan, Yayasan Supersemar akan diberi waktu menyerahkan uang atau aset yang akan dieksekusi secara sukarela. "Tenggang waktu delapan hari. Apabila tidak dijalankan secara sukarela maka akan dijalankan secara paksa," sebutnya.
Ia juga mengingatkan kepada Yayasan Supersemar dan kuasa hukumnya agar tak mangkir. "Kalau ada indikasi menunda-nunda proses eksekusi, bukan tidak mungkin kita ambil paksa aset-asetnya," tegas. Made.
Sementara menjelang eksekusi, Kejagung ngebut mengumpulkan data mengenai aset Yayasan Supersemar. Kejagung pun membentuk tim gabungan terdiri dari Jaksa Agung Muda Perdata dana Tata Usaha Negara (JAM Datun), Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) dan Pusat Pemulihan Aset untuk menyisir aset yayasan yang dibentuk bekaspresiden Soeharto itu.
"Bersama tim gabungan, kita sudah melakukan inventarisir aset-aset yayasan," kata JAM Datun Bambang Setyo Wahyudi.
Menurut Bambang, penyitaan aset yayasan akan dilakukan juru sita pengadilan. Tim gabunganhanya akan menyerahkan data aset yang akan disita untuk mengganti kerugian negara.
"Pengadilan yang berwenang mengeksekusi aset. Kejaksaan hanyamembantu kelancaran eksekusi," kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara itu.
Data aset yang telah diperoleh tim gabungan perlu diverifikasi lagi. Ini untuk menghindari juru sita pengadilan salah sita yang bisa memicu persoalan hukum baru. "Sudah ada yang diverifikasi. Daftar aset yang sudah dihimpun dikonsultasikan dengan ketua pengadilan setempat," ujarnya.
Kilas Balik
Bank Duta Dapat Kucuran Dana 420 Juta Dolar AmerikaYayasan Supersemar didirikan dekade 1970-an. Soeharto mendirikan yayasan ini dengan tujuan mulia: membantu pendidikan siswa berprestasi yang tak mampu.
Soeharto lalu mengeluarkanPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1976. Isinya mewajibkan kepada bank-bank pemerintah untuk menyetorkan 50 persen dari 5 persen laba bersihnya kepada Yayasan Supersemar.
Dari setoran bertahun-tahun, yayasan bisa mengumpulkan dana ratusan miliar rupiah dan ratusan juta dolar Amerika. Belakangan, dana yayasan disalahgunakan untuk kepentingan kroni-kroni Soeharto.
Setelah Soeharto lengser, dana yang dikucurkan untuk kroni Soeharto dipersoalkan. Upaya menyeret Soeharto ke pengadilanatas tuduhan korupsi dana yayasan tak berhasil. Sebab, bekas penguasa Orde Baru dinyatakan sakit permanen.
Belakangan, kejaksaan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap Soeharto karena tak kunjung bisa dibawa ke pengadilan lantaran sakit.
Kejaksaan Agung selaku pengacara negara lalu mencari jalan lain untuk bisa mengembalikandana yayasan yang sudah diselewengkan. Yakni dengan mengajukan gugatan perdata kepada Soeharto dan Yayasan Supersemar.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Kejagung. PNJaksel pada putusannya menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada negara sebesar 105 juta dolar Amerika dan Rp 46 miliar. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.
Yayasan lalu kasasi ke Mahkamah Agung. Majelis kasasi menghukum Yayasan Supersemar membayar kepada negara yaitu 75 persen x 420 juta dolar Amerika atau sama dengan 315 juta dolar Amerika dan 75 persen x Rp 185.918.048.904,75 atau sama dengan Rp 139.438.538.678,56.
Namun saat dilansir menjadi putusan, amar putusan kasasi itu salah ketik. Panitera yang mencatat putusan majelis kasasi seharusnya menulis kewajiban Yayasan Supersemar mengembalikan uang negara Rp 185.918.048.904,75, tetapi tertulis Rp 185.918.904,75.
Preseden salah ketik itu membuat geger karena putusan tidak dapat dieksekusi. Kegagalan eksekusi tersebut membuat jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013.
Vonis PK yang diketuk pada 8 Juli 2015 menyatakan yayasan harus mengembalikan dana kepada negara sebesar 315 juta dolar Amerika dan Rp 185 miliar.
Dalam putusan PK disebutkan Yayasan Supersemar mengucurkan dana ke Bank Duta (kini Bank Danamon) hingga mencapai 420 juta dolar Amerika pada 1990.
Lalu mengalir ke PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti Rp 150 miliar. PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebanyak Rp 12,744 miliar, dan Kosgoro sebesar Rp 10 miliar.
(sumber - PN)
Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta pada 17 Desember lalu, atau sepekan sebelum sidang aanmaning (pemanggilan) untuk eksekusi putusan MA.
Dalam situs Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan ini diregister dengan nomor perkara 783/PDT.G/2015/PN.JKT.SEL. Materi gugatan tentang perbuatan melawan hukum dengan Tergugat I Kejaksaan Agung dan Presiden RI selaku Tergugat II.
Yayasan Supersemar memberi kuasa kepada pengacara Denny Kailimang untuk menggugat Kejagung dan Presiden. Denny juga ditunjuk sebagai wakil yayasan dalam sidang aanmaning.
Hingga tadi malam, Denny belum bisa dikonfirmasi mengenai gugatan yang diajukan Yayasan Supersemar terhadap Kejagung dan Presiden.
Sebelumnya, sidang aanmaning pada 23 Desember lalu batal digelar lantaran ketidakhadiran pihak Yayasan Supersemar maupun kuasa hukumnya.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna menyebutkan sidang aanmaning batal digelar karena Denny Kailimang beralasan sedang ada kegiatan di luar kota yang tak bisa ditinggalkan.
"Sehingga memohon untuk ditunda," katanya.
Pemberitahuan itu disampaikan lewat surat. Majelis hakim PNJakarta Selatan memutuskan sidang aanmaning ditunda hingga 6 Januari 2016.
Made berharap pihak Yayasan Supersemar maupun kuasa hukum bisa hadir pada sidang mendatang, sehingga proses eksekusi bisa cepat selesai.
"Nanti kan di sidang aanmaning, dia bisa mengajukan apabila dia tidak bisa bayar 4,4 triliun, bisa ajukan permohonan aset-aset. Kalau dia mampu membayarpakai uang, tidak perlu ada sita aset," tandas Made.
Made menambahkan, Yayasan Supersemar akan diberi waktu menyerahkan uang atau aset yang akan dieksekusi secara sukarela. "Tenggang waktu delapan hari. Apabila tidak dijalankan secara sukarela maka akan dijalankan secara paksa," sebutnya.
Ia juga mengingatkan kepada Yayasan Supersemar dan kuasa hukumnya agar tak mangkir. "Kalau ada indikasi menunda-nunda proses eksekusi, bukan tidak mungkin kita ambil paksa aset-asetnya," tegas. Made.
Sementara menjelang eksekusi, Kejagung ngebut mengumpulkan data mengenai aset Yayasan Supersemar. Kejagung pun membentuk tim gabungan terdiri dari Jaksa Agung Muda Perdata dana Tata Usaha Negara (JAM Datun), Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) dan Pusat Pemulihan Aset untuk menyisir aset yayasan yang dibentuk bekaspresiden Soeharto itu.
"Bersama tim gabungan, kita sudah melakukan inventarisir aset-aset yayasan," kata JAM Datun Bambang Setyo Wahyudi.
Menurut Bambang, penyitaan aset yayasan akan dilakukan juru sita pengadilan. Tim gabunganhanya akan menyerahkan data aset yang akan disita untuk mengganti kerugian negara.
"Pengadilan yang berwenang mengeksekusi aset. Kejaksaan hanyamembantu kelancaran eksekusi," kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara itu.
Data aset yang telah diperoleh tim gabungan perlu diverifikasi lagi. Ini untuk menghindari juru sita pengadilan salah sita yang bisa memicu persoalan hukum baru. "Sudah ada yang diverifikasi. Daftar aset yang sudah dihimpun dikonsultasikan dengan ketua pengadilan setempat," ujarnya.
Kilas Balik
Bank Duta Dapat Kucuran Dana 420 Juta Dolar AmerikaYayasan Supersemar didirikan dekade 1970-an. Soeharto mendirikan yayasan ini dengan tujuan mulia: membantu pendidikan siswa berprestasi yang tak mampu.
Soeharto lalu mengeluarkanPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1976. Isinya mewajibkan kepada bank-bank pemerintah untuk menyetorkan 50 persen dari 5 persen laba bersihnya kepada Yayasan Supersemar.
Dari setoran bertahun-tahun, yayasan bisa mengumpulkan dana ratusan miliar rupiah dan ratusan juta dolar Amerika. Belakangan, dana yayasan disalahgunakan untuk kepentingan kroni-kroni Soeharto.
Setelah Soeharto lengser, dana yang dikucurkan untuk kroni Soeharto dipersoalkan. Upaya menyeret Soeharto ke pengadilanatas tuduhan korupsi dana yayasan tak berhasil. Sebab, bekas penguasa Orde Baru dinyatakan sakit permanen.
Belakangan, kejaksaan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap Soeharto karena tak kunjung bisa dibawa ke pengadilan lantaran sakit.
Kejaksaan Agung selaku pengacara negara lalu mencari jalan lain untuk bisa mengembalikandana yayasan yang sudah diselewengkan. Yakni dengan mengajukan gugatan perdata kepada Soeharto dan Yayasan Supersemar.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Kejagung. PNJaksel pada putusannya menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada negara sebesar 105 juta dolar Amerika dan Rp 46 miliar. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.
Yayasan lalu kasasi ke Mahkamah Agung. Majelis kasasi menghukum Yayasan Supersemar membayar kepada negara yaitu 75 persen x 420 juta dolar Amerika atau sama dengan 315 juta dolar Amerika dan 75 persen x Rp 185.918.048.904,75 atau sama dengan Rp 139.438.538.678,56.
Namun saat dilansir menjadi putusan, amar putusan kasasi itu salah ketik. Panitera yang mencatat putusan majelis kasasi seharusnya menulis kewajiban Yayasan Supersemar mengembalikan uang negara Rp 185.918.048.904,75, tetapi tertulis Rp 185.918.904,75.
Preseden salah ketik itu membuat geger karena putusan tidak dapat dieksekusi. Kegagalan eksekusi tersebut membuat jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013.
Vonis PK yang diketuk pada 8 Juli 2015 menyatakan yayasan harus mengembalikan dana kepada negara sebesar 315 juta dolar Amerika dan Rp 185 miliar.
Dalam putusan PK disebutkan Yayasan Supersemar mengucurkan dana ke Bank Duta (kini Bank Danamon) hingga mencapai 420 juta dolar Amerika pada 1990.
Lalu mengalir ke PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti Rp 150 miliar. PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebanyak Rp 12,744 miliar, dan Kosgoro sebesar Rp 10 miliar.
(sumber - PN)
No comments:
Post a Comment