Monday, December 28, 2015

5 Pasangan Suami Istri Tersangka Korupsi

Gatot - Evy
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, sebagai tersangka kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Terbongkarnya kasus ini menambah catatan pasangan suami istri (pasutri) yang kompak bersama-sama melakukan korupsi.

Sebelumnya, lembaga antitrasuah telah menguak enam kasus korupsi yang dilakukan oleh pasutri. Pola yang sama terjadi dalam kasus lima pasutri. Sang suami terjerat kasus dan sang istri turut membantu memuluskan perkara kasusnya melalui korupsi. Sementara itu, dalam satu kasus lainnya, pasutri sama-sama korupsi dalam kasus yang berbeda

Berikut detil kasus yang berhasil dibongkar KPK:

Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho dan Evy Susanti

Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini beserta istrinya disangka menyuap tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Ketiga hakim tersebut adalah Tripeni Iryanto, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting. Sementara sang panitera bernama Syamsir Yusfan. Suap dilakukan melalui kuasa hukumnya, OC Kaligis dan M Yagari Bastara.

Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji kepada awak media mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah lembaga antirasuah menghelat ekspose atau gelar perkara yang dihadiri penyidik, penyelidik, tim jaksa, dan pimpinan. Gelar perkara dilakukan dengan membeberkan keterangan dari sejumlah saksi yang diperiksa dan keterangan pasutri ini saat pemeriksaan selama 14 jam, Senin (27/7).

Pemeriksaan yang rampung Senin malam itu, diakui Gatot kepada wartawan, merupakan pemeriksaan kedua kalinya sebagai saksi dan kasus perkara dugaan suap pengacara M Yagari Bhastara alias Geri dan tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, serta satu satu panitera.

Sementara itu, Evy membenarkan bahwa dirinya dicecar pertanyaan seputar uang yang diduga diberikan kepada pengacara senior Otto Cornelis (OC) Kaligis, bos Geri, untuk disampaikan ke hakim PTUN.

Di PTUN, Gatot melalui anak buahnya Achmad Fuad Lubis selaku Kabiro Keuangan Pemprov Sumatera Utara tengah mengajukan gugatan terkait penyelidikan korupsi dana bantuan sosial pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dilakukan Kejaksaan. Gatot tak terima dirinya dan jajarannya bolak-balik diperiksa aparat penegak hukum sebab ia tak merasa bersalah.

Sidang itu telah usai dengan kemenangan di pihak pemerintah Sumut. Dalam persidangan itu, Kaligis ditunjuk sebagai kuasa hukum pihak pemerintah. Namun rupanya, dalam gugatan tersebut, KPK mengendus transaksi suap-menyuap.

Transaksi tak hanya dilakukan sekali namun berkali-kali. Sayangnya, pada transaksi Kamis lalu (9/7) di kantor PTUN Medan, komisi antirasuah berhasil menggagalkannya. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK langsung mencokok lima orang. Penyidik juga berhasil menyita duit US$ 15 ribu dan Sin$ 5 ribu di ruang kerja hakim.

Wali Kota Palembang Romi Herton dan Masyitoh
 
Romy - Masyitoh
Wali Kota Nonaktif Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyitoh, tengah mendekami di bui akibat suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi.

Majelis hakim PT DKI Jakarta melalui putusan banding memperberat hukuman Romi menjadi tujuh tahun penjara dan Masyitoh selama lima tahun bui. Putusan dibacakan pada Kamis (18/6). Selain itu, keduanya juga dihukum tak dapat memilih dan dipilih dalam pemilihan umum selama lima tahun.

Sebelumnya dalam putusan pengadilan tingkat pertama, Romi divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta. Sementara itu, istrinya, Masyitoh, dihukum empat tahun bui. Mereka juga didenda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.

 Dalam pertimbangan hakim, keduanya terbukti menyuap mantan Ketua  MK Akil Mochtar senilai Rp 11,3 miliar dan US$ 316 ribu melalui perantaranya, Muhtar Efendy. Keduanya berhasil terpengaruh Muhtar yang menawarkan jasanya untuk mengurus sengketa pilkada di MK. Muhtar mengaku kepada mereka bahwa dirinya mengenal dekat Akil Mochtar dengan menunjukkan foto-foto bersama.

Sebelumnya, Romi gagal menyabet jabatan Wali Kota Palembang saat Pilkada 2013 silam. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palembang menetapkan dirinya kalah delapan suara dari rivalnya, Sarimuda dan Nelly. Merasa dicurangi, ia mengajukan gugatan. Pasangan suami istri tersebut terpengaruh bujukan Muhtar untuk menyuap Akil.

Pada 20 Mei 2013, Akil melalui putusan MK menetapkan Romi memenangkan pemilu dengan perolehan suara sebanyak 316.919 suara. Setelah putusan, Romi dan Masyitoh menyerahkan duit sebanyak Rp 2,75 miliar.

Atas tindak pidana tersebut, duo suami dan istri tersebut didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan Suzanna Budi Antoni
 
Budi - Suzanna
Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzannna Budi Antoni, ditetapkan sebagai tersangka kasus suap sengketa Pilkada di MK. Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo menjelaskan, kasus ini merupakan pengembangan penyidikan dari kasus yang menjerat Akil Mochtar.

Dalam putusan kasasi Akil, Budi dan Suzanna terbukti menyuap senilai Rp 10 miliar dan US$ 500 ribu. Keduanya pun diduga melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, keduanya disangka telah memberikan keterangan palsu saat bersaksi untuk Akil di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Mereka dijerat pasal 22 juncto pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Merujuk risalah sidang sengketa Nomor: 71/PHPU.D-XI/2013 pada tanggal 31 Juli 2013, majelis hakim MK membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang yang memenangkan Joncik Muhammad dan Ali Halimi. Majelis hakim yang diketuai Akil Mochtar ini memutuskan pemenang yang sah adalah Budi Antoni Aljufri dan Syahril Hanafiah.

MK memutuskan Budi Antoni dan Syahril meraup 63.027 suara sah. Sementara Joncik dan Ali hanya mengantongi 62.051 suara. Pasangan lainnya, Syamsul Bahri dan Ahmad Fahruruzam sebanyak 3.456 suaraomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzannna Budi Antoni, sebagai tersangka kasus suap sengketa Pilkada di MK. 


Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni
Nazaruddin - Neneng
KPK menangkap sekaligus menahan mantan kader Partai Demokrat, Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni. Keduanya kini sudah divonis dalam kasus yang berbeda. Nazaruddin untuk kasus Wisma Atlet serta cuci duit. Sedangkan Neneng dalam kasus Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Nazruddin kini mendekam di bui lantaran mantan anggota DPR tersebut menerima suap senilai Rp 4,6 miliar dari perusahaan pemenang lelang proyek Wisma Atlet, PT Duta Graha Indah.  Nazaruddin terbukti telah mengintervensi proses pemenangan perusahaan tersebut.

Para penyidik KPK saat ini juga terus memeriksa kemungkinan pencucian uang hasil korupsi pada proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga tersebut untuk pembelian saham PT Garuda Indonesia senilai Rp 300,85 miliar oleh lima anak perusahaan Grup Permai yang dipimpin Nazaruddin pada 2010.

Istri Nazaruddin, Neneng divonis enam tahun penjara oleh pengadilan negeri karena terbukti mempengaruhi proses pemenangan perusahaan dalam proses lelang proyek. Neneng dijerat pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bupati Karawang Ade Swara dan Nurlatifah
Ade Swara - Nurlatifah
Bupati Karawang Ade Swara beserta istrinya, Nurlatifah, divonis maisng-masing enam dan lima tahun penjara karena terbukti memeras PT Tatar Kertabumi, Karawang dalam pengurusan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan. Pasangan suamis istri tersebut diduga memeras PT Tatar Kertabumi sebanyak Rp 5 Miliar.

Selain pemerasan, pasangan suami-istri itu juga terjerat dugaan tindak pidana pencucian uang. Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan, keduanya juga telah menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi.
Tindakan tersebut dilakukan oleh Ade dan Nurlatifah untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Keduanya dijerat pasal 12 e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Untuk dugaan pidana pencucian uang, mereka disangka melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c UU Nomor 15 tahun 2002 tentang TPPU yang diubah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 Juncto Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.



No comments:

Post a Comment