Padang - Lembaga Antikorupsi Integritas merilis ada delapan kepala daerah di Sumatera Barat yang tersangkut kasus korupsi sejak 2011 hingga 2015. Lima di antaranya sudah berstatus terpidana. "Catatan kita, dalam lima tahun terakhir, Pengadilan Tipikor Padang memvonis lima orang kepala daerah yang terkait dengan tindak pidana korupsi," ujar Koordinator Lembaga Antikorupsi Integritas Arief Padri saat konferensi pers catatan akhir tahun di Rumah Ikhlas Padang, Rabu, 16 Desember 2015.
Mereka adalah Wakil Bupati Agam periode 2010-2015, Umar. Terpidana kasus pekerjaan pemeliharaan rutin jalan Dinas PU Agam 2008 ini divonis 1 tahun 5 bulan dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Kedua, Wali Kota Bukittiggi periode 2005-2010, Djufri. Terpidana korupsi pengadaan tanah DPRD Bukittinggi itu divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan pada 2011.
Ketiga, Bupati Solok periode 2005-2010, Gusmal. Terpidana korupsi penggalian tanah erpacht ini divonis 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Kata Arief, setelah bebas, Gusmal kembali mengikuti pilkada serentak yang diselenggarakan 9 Desember 2015 lalu. Ia juga mendapatkan suara terbanyak.
Keempat, mantan Bupati Kepulauan Mentawai dua periode, Edison Salaleubaja. Ia merupakan terpidana kasus penggunaan dana provinsi sumber daya hutan 2005. Ia divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Kelima, Bupati Dharmasraya periode 2005-2010, Marlon Martua. Terpidana kasus korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan RSUD Sungai Dareh Dharmasraya ini divonis hukuman penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. "Padahal terpidana pernah ditetapkan sebagai DPO. Namun majelis hakim hanya memvonis ringan," ujarnya.
Mirisnya, kata Arief, selama proses persidangan, terpidana Marlon tak pernah ditahan. Begitu juga setelah majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman penjara, Marlon dibiarkan berkeliaran di luar. Arief mengatakan saat ini Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat masih memiliki tunggakan perkara terhadap tiga mantan kepala daerah. Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah mantan Wali Kota Pariaman, Mahyudin, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk sarana olahraga di daerah Karan Aur Kota Pariaman 2007. Kemudian, Wali Kota Pariaman dua periode, Mukhlis Rahman, yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Saat itu, Mukhlis Rahman merupakan Sekretaris Daerah Kota Pariaman.
Lalu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat juga sudah menetapkan mantan Bupati Solok Selatan, Syafrizal J., sebagai tersangka pada 2011 dalam kasus dugaan korupsi BPKD 2008, yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 10,9 miliar. Menurut Arief, perkara yang menjerat tiga kepala daerah tersebut dipetieskan. Bahkan tidak ada progres penanganan kasus korupsi tersebut. "Misalnya Syafrizal J. yang sudah ditetapkan sebagai DPO. Hingga saat ini hampir tak disentuh kejaksaan," ujarnya.
Kasi Penerangan Hukum dan HAM Ikhwan Ratsudy mengatakan kasus dugaan korupsi mantan Bupati Solok Selatan, Syafrizal, masih dalam proses penyidikan. "Penyidik sudah menemui tersangka. Tapi dia dalam keadaan sakit," ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 16 Desember 2015.
Sedangkan, kata Ikhwan, kasus dugaan korupsi yang menimpa Mahyudin dan Mukhlis Rahman sudah ditutup. Sebab, tak ada barang bukti yang ditemukan penyidik. "Kalau tidak salah, kasus pengadaan lahan sarana olahraga di Pariaman sudah SP3. Tapi besok kami cek dulu data pastinya," ujarnya.
Mereka adalah Wakil Bupati Agam periode 2010-2015, Umar. Terpidana kasus pekerjaan pemeliharaan rutin jalan Dinas PU Agam 2008 ini divonis 1 tahun 5 bulan dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Kedua, Wali Kota Bukittiggi periode 2005-2010, Djufri. Terpidana korupsi pengadaan tanah DPRD Bukittinggi itu divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan pada 2011.
Ketiga, Bupati Solok periode 2005-2010, Gusmal. Terpidana korupsi penggalian tanah erpacht ini divonis 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Kata Arief, setelah bebas, Gusmal kembali mengikuti pilkada serentak yang diselenggarakan 9 Desember 2015 lalu. Ia juga mendapatkan suara terbanyak.
Keempat, mantan Bupati Kepulauan Mentawai dua periode, Edison Salaleubaja. Ia merupakan terpidana kasus penggunaan dana provinsi sumber daya hutan 2005. Ia divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Kelima, Bupati Dharmasraya periode 2005-2010, Marlon Martua. Terpidana kasus korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan RSUD Sungai Dareh Dharmasraya ini divonis hukuman penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. "Padahal terpidana pernah ditetapkan sebagai DPO. Namun majelis hakim hanya memvonis ringan," ujarnya.
Mirisnya, kata Arief, selama proses persidangan, terpidana Marlon tak pernah ditahan. Begitu juga setelah majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman penjara, Marlon dibiarkan berkeliaran di luar. Arief mengatakan saat ini Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat masih memiliki tunggakan perkara terhadap tiga mantan kepala daerah. Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah mantan Wali Kota Pariaman, Mahyudin, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk sarana olahraga di daerah Karan Aur Kota Pariaman 2007. Kemudian, Wali Kota Pariaman dua periode, Mukhlis Rahman, yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Saat itu, Mukhlis Rahman merupakan Sekretaris Daerah Kota Pariaman.
Lalu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat juga sudah menetapkan mantan Bupati Solok Selatan, Syafrizal J., sebagai tersangka pada 2011 dalam kasus dugaan korupsi BPKD 2008, yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 10,9 miliar. Menurut Arief, perkara yang menjerat tiga kepala daerah tersebut dipetieskan. Bahkan tidak ada progres penanganan kasus korupsi tersebut. "Misalnya Syafrizal J. yang sudah ditetapkan sebagai DPO. Hingga saat ini hampir tak disentuh kejaksaan," ujarnya.
Kasi Penerangan Hukum dan HAM Ikhwan Ratsudy mengatakan kasus dugaan korupsi mantan Bupati Solok Selatan, Syafrizal, masih dalam proses penyidikan. "Penyidik sudah menemui tersangka. Tapi dia dalam keadaan sakit," ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 16 Desember 2015.
Sedangkan, kata Ikhwan, kasus dugaan korupsi yang menimpa Mahyudin dan Mukhlis Rahman sudah ditutup. Sebab, tak ada barang bukti yang ditemukan penyidik. "Kalau tidak salah, kasus pengadaan lahan sarana olahraga di Pariaman sudah SP3. Tapi besok kami cek dulu data pastinya," ujarnya.
No comments:
Post a Comment